Jumat, 20 Mei 2022

Ketika Tubuh Sedang Meminta Haknya


Sejak tiga bulan terakhir saya merasakan sesuatu yang tidak biasa dengan tubuh saya. Bagian belakang kepala rasanya kaku dan sulit digerakkan. Mudah capek. Mudah mengantuk. Tidak bisa fokus. Persedian jari-jari terasa kaku bila digerakkan. Untuk keluhan terakhir ini sempat berpikir mungkin karena terlalu sering mengetik. 

Ketika anggota tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tentu kita merasa tidak nyaman donk. Pekerjaan jadi terhambat penyelesaiannya. Tidak tenang, gelisah dan tentu ada rasa takut. 

Banyaknya keluhan yang saya rasakan membuat saja mem-pause pikiran. Mencoba merenungi apa sih yang dimaui tubuh saya ini. Kok kalau dipikir-pikir dia protes ya. 

Bukan saya tidak mau mendengarnya tapi saya tidak bisa membaca kodenya. Saya membutuhkan orang atau pihak lain untuk menterjemahkan nya. Otak saya pun mulai berpikir. Saya harus kemana? Biasanya sih saya mengunjungi dokter untuk curhat tentang penyakit saya kemudian diperiksa dan akhirnya mendapat pengobatan. Biasanya. Tapi masalahnya saya sering kali tidak percaya diri kalau mendeskripsikan apa yang saya rasakan. Ini sakit atau nyeri. Nyeri kepala atau pusing. Bagian dada kanan atau kiri. Nyeri ulu hati atau dada. Sementara saya sadar bahwa penjelasan ini sangat penting bagi dokter untuk mengambil tindakan. Iya kan? Oleh karena itu sebelum ke dokter saya harus cek up dulu. 

Hasil cek up saya (seperti yang saya duga sebelumnya) memberi sinyal kurang bagus. Dokter membacanya dan memberikan advice panjang lebar seputar bagaimana kondisi tubuh saya dan apa yang harus saya lakukan. 

Pertama saya harus menjaga pola makan. Tidak semua makanan boleh masuk ke dalam tubuh. Tubuh akan merespon zat makanan yang masuk ke dalam tubuh dan respon itu akan berdampak buruk bagi tubuh saya. 

Kedua saya harus berolahraga. Aktifitas rutin kan gerakannya itu-itu saja. Meskipun sama-sama bergerak tetapi aktifitas rutin tidak sama dengan olahraga. Ada bagian-bagian tubuh yang tidak bergerak saat kita melakukan aktifitas rutin. 

Ketiga saya harus memanage pikiran. Me-manage atau mengendalikannya. Memahami bahwa kemampuan saya terbatas. Bahwa saya hanya wajib berusaha saja. Mengusahakan yang terbaik. Bahwa saya tidak bertanggungjawab terhadap hasilnya. Karena ada penentu hasil yang bersifat mutlak. 

Kalau dipikir-pikir ya, pelajaran yang saya peroleh dari dialog  besar ini ternyata saya merasa bahwa tubuh saya sedang meminta haknya. Hak diistirahatkan untuk sementara waktu. Hak untuk diberikan asupan sesuai dengan yang dia butuhkan bukan sesuai dengan apa yang ingin saya mau. Jiwa saya butuh dipahami dan ditempatkan pada posisi yang benar. 

Ya Allah semoga Allah memberi kekuatan lahir dan batin untuk memenuhinya. Saya sudah menggunakan lebih dari setengah abad dengan semau saya. Kini saatnya saya mendengar apa yang dimauinya. Bukankah itu tidak berlebihan? 




Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...