Jumat, 16 September 2022

Berpikir Positif


Tetiba ingin bercerita. Kejadian ini sudah berpuluh tahun silam. Tapi saya tak akan pernah melupakannya. Mengapa? Karena mengandung pembelajaran yang sungguh sangat berharga. 
Kala itu, saya adalah seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta. Masih baru. Dari para senior, saya belajar tentang banyak hal. Salah satunya adalah tentang kegiatan penilaian akhir semester yang biasanya dijadwal secara serempak. 
Akan ada kesibukan bagi guru pada saat menjelang penilaian akhir semester. Menyelesaikan materi ajar, menjadi pengawas ujian, melakukan koreksi, mengolah nilai, menulis dan membagikan raport. Saat itu raport masih ditulis tangan ya. Wali kelas harus nglembur untuk menyiapkan raport hingga siap dibagikan kepada orang tua siswa. 
Di antara serunya kegiatan akhir semester itu adalah menjadi pengawas ujian. Meskipun sedikit ada honor untuk pengawas ujian yang dihitung dari berapa kali kita menjadi pengawas. Meski tak seberapa nilainya, karena honor ini di luar gaji tetap selalu saja menumbuhkan rasa tersendiri. Seperti mendapat rejeki nomplok. Jadi di situ selalu berdoa semoga dapat jatah menjadi pengawasnya banyak. Karena semakin banyak semakin banyak pula jumlah honor yang akan kita Terima. 
Orang yang menentukan jadwal itulah yang memegang kuncinya. Biasanya ketua panitia ujianlah yang membuat jadwal pengawas. Sebut saja namanya pak Wito. Setelah pak Wito mengumumkan jadwal pengawas, kitapun segera melihat dan menghitung serta mengandai-andai honor yang akan kita Terima, ya kan. Nah ada nih salah satu teman sebut saja Bu Ida yang setelah melihat jadwal pengawas langsung mengomel panjang lebar. 
"Gila, masa aku dikasih jam pengawas beruntun begitu. Jam pagi lagi!" 
Rupanya dia kecewa sekali dengan pembagian pengawas. Kekecewaan itu dilampiaskan dengan mengomel dan menggerutu ke sana kemari. Dia merasa diperlakukan tidak adil dan menduga semua itu disengaja untuk membuatnya sengsara. 
Nah di kesempatan lain pak Wito, si pembuat jadwal pengawas ini menyampaikan sesuatu yang tak terduga. Apa katanya. 
"Aku memang sengaja memberi bu Ida jam pengawas lebih banyak yang lain agar dia mendapatkan honor lebih. Kasihan. Anaknya kan baru sakit" 
Nah loh. Ada yang menarik di sini dan yang menurut saya ini menjadi pelajaran yang sangat berharga. Ini tentang sudut pandang. Pak Wito sudah meniatkan untuk menolong bu Ida dari awal tetapi dia tidak menyampaikannya. Bu Ida tidak tahu betapa yang dipikirkan pak Wito itu adalah usaha untuk menolongnya. Dan niat baik itu menjadi terlihat buruk karena syak wasangka bu Ida kepada pak Wito. 
Pembaca mungkin berdalih, ya harusnya kasih tahu dong niat baiknya biar clear. 
Tapi kalau dipikir-pikir tidak semua niat baik harus diumumkan ya. 
Jadi harusnya gimana donk? 
Berbaik sangka terhadap apa yang kita terima. Apalagi kalau ini menyangkut urusan takdir. Hal baik atau buruk yang menimpa kita itu kan kita maknai (seringkali) dari sudut pandang kita. Biasanya sudut pandang kita itu sangat dipengaruhi dengan nafsu dan keinginan kita. Kalau kita suka, kita anggap itu baik. Kalau kita tidak suka, kita anggap itu itu buruk. Padahal pengetahuan kita sangat terbatas. Yang kita lihat baik itu belum tentu baik dan juga sebaliknya. Yang kita pandang baik dalam pandangan orang lain buruk pun juga sebaliknya. 
Jadi dari pada kita ribet memikirkan semua itu, mending kita berbaik sangka atau berpikir positif saja terhadap segala sesuatu. Betul nggak? 



Senin, 12 September 2022

MENGAPA HARUS SOPAN

Berbicara tentang kesopanan itu identik dengan berbicara dengan orangtua yang kolot, bener nggak sih? Kenapa? karena yang sering mengulang-ulang kata-kata itu adalah mereka kaum tua. Ya kan. Makanya kalau anak muda yang suka ngebahas itu jadinya sok tua atau metuwek

Tapi sebetulnya apa sih yang dimaksud sopan itu dan seberapa penting sopan itu dalam kehidupan kita?

Kalau kalian berselancar mencari pengertian sopan santun, kalian akan menemukan istilah lain yang memiliki pengertian kurang lebih sama. Yaitu tata krama dan etika. Sopan santun itu dimaknai sebagai perilaku turun temurun yang berkembang dan dilestarikan di masyarakat. Perilaku ini diyakini sebagai perilaku yang membuat hubungan antar manusia menjadi harmonis. Keharmonisan itu menyebabkan orang-orang yang saling berinteraksi merasa nyaman. 

Nah disinilah kata kuncinya. Perilaku dan nyaman. Jadi sopan santun, tata krama atau etika adalah sebuah perilaku. Perilaku ini menjadi sikap seseorang, melekat dan menyatu dalam keseharian seperti cara berbicara, pemilihan kata-kata, penghargaan, kepedulian dan penerimaan atau penolakan. Perilaku ini selanjutnya menjadi karakter seseorang. 

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...