Kamis, 10 April 2025

Mahalnya Syukur


Siang ini saya mendapati sebuah video  pendek melalui media sosial. Tentang penjual roti, pembeli dan orang yang membutuhkan bantuan (maaf: miskin). Dikisahkan dalam video tersebut seseorang membeli roti di sebuah kedai roti. Ia membeli 4 roti tapi membayarnya lebih, cukup untuk membeli 8 roti. Awalnya si pembeli ini hanya menyerahkan uang tanpa bertanya lebih dahulu berapa jumlah yang harus ia bayar. Si penjual awalnya juga tidak menyadari bahwa uang yang diberikan terlalu banyak. Begitu ia menyadari uang yang diterima terlalu banyak, ia memanggil si pembeli dan menyampaikan bahwa uangnya lebih. Dengan jumlah itu seharusnya ia mengambil 8 roti. Kemudian si penjual mengingatkan pembeli bahwa uang yang dibayarkan terlalu banyak. Tetapi pembeli mengikhlaskan dan meminta agar penjual menyimpannya di keranjang untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan. 

Beberapa saat kemudian datanglah orang miskin yang menginginkan roti tetapi tidak mampu membayar. Penjual memberikan 4 roti dengan cuma-cuma. Si miskin ketika menyadari roti yang diberikan terlalu banyak minta agar rotinya dikurangi, diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. 

Video ini cukup menyentuh dan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Tak berlebihan ketika diberi caption: orang kaya tidak pelit, orang miskin tidak tamak dan penjual jujur. Video tersebut melibatkan tiga tokoh yang mewakili tiga kelompok sosial. 

Tokoh pertama adalah orang kaya yang berperan sebagai pembeli. Orang kaya memiliki harta berlebih. Hartanya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi dia tidak mengambil secukupnya. Selebihnya ia bagikan kepada orang yang membutuhkan. Padahal secara naluri, manusia itu tidak pernah puas. Manusia akan cenderung memanfaatkan melebihi kebutuhan. Menumpuk harta untuk diwariskan pada keturunannya. Kalau bisa semua keturunannya tidak kekurangan harta. Tapi dalam video tersebut, orang kaya cukup memanfaatkan apa yang dibutuhkan saja. Ia tidak pelit, mempersilahkan orang lain memanfaatkan sebagian hartanya  karena ia sadar bahwa hartanya adalah titipan. Ada hak orang miskin yang dititipkan padanya. 

Tokoh kedua adalah orang miskin. Karena kemiskinannya ia mengharapkan belas kasihan. Ia meminta secukupnya saja meski dia mempunyai kesempatan untuk mendapatkan lebih. Ia sadar masih banyak orang yang seperti dirinya, tidak beruntung dan membutuhkan bantuan juga. Maka ia tidak tamak, tidak aji mumpung, tidak mengeksploitasi kemiskinannya. 

Dan tokoh ketika adalah penjual yang amanah. Dia adalah perantara yang menghubungkan antara si kaya dan si miskin. Di posisinya, ia bisa saja nilep  harta yang dititipkan oleh si kaya. Toh  tidak ada manusia yang tahu. Tetapi ia sadar bahwa statusnya hanya perantara, bukan pemilik. Ia sadar bahwa ia sudah mendapatkan bagian dari transaksi ini. Ia mendapatkan keuntungan dari menjual roti. Itu jatahnya dan ia merasa cukup dengan apa yang ia terima. 

Alangkah indahnya bila masing-masing sadar diri dan menempatkan diri sesuai posisinya. Kalaulah dunia ini panggung sandiwara, setiap manusia adalah pemeran. Masing-masing mendapatkan peran dan harus memainkan peran sesuai skenario. Mereka adalah tokoh yang memainkan perannya dengan baik.  

Bagaimana dengan kita, saya? Anda?  


Link Video: bisa klik di sini   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Unjung-Unjung

Lebaran sudah berakhir. Perantau yang datang ke kampung hallaman sudah kembali ke tempat mereka bekerja. Anak-anak sudah kembali ke sekolah....