Dulu aku pikir, kualitas seseorang ditentukan oleh hal-hal besar: jabatan, prestasi, dan pencapaian.
Tapi setelah mendengar cerita dari orang Indonesia yang bekerja di perusahaan Jepang (@hildainprogres), cara pandangku berubah.
Ternyata, justru hal-hal kecil yang sering kita anggap sepele itulah yang diam-diam membentuk kualitas seseorang
1. Detail itu penting
Pelajaran ini bukan aku peroleh dari orang Jepang langsung, tetapi dari orang Indonesia yang bekerja di perusahaan Jepang. Belajar kan boleh dari siapa saja ya.
Pelajaran pertama yang aku dapat adalah tentang detail.
Teliti. Memperhitungkan hal-hal kecil yang sering kita anggap sepele.
Ini terasa sekali ketika kita mendapat tugas atau terlibat dalam sebuah proyek. Karena kejadian besar sering kali muncul dari hal kecil yang diabaikan.
Pernah menjadi pembina upacara?
Aku pernah punya teman yang mendapat tugas itu. Dia mempersiapkannya dengan sangat matang.
Mempersiapkan materi yang akan disampaikan, latihan intonasi, dan bahkan menghitung berapa lama waktu yang ideal untuk menyampaikan amanat di podium.
Saking seriusnya, dia sampai riset kecil-kecilan ke anaknya tentang durasi terbaik supaya siswa tidak bosan.
Yang luar biasa, dia juga menyempatkan diri mengatur tinggi mikrofon di podium agar pas dengan tinggi tubuhnya. Sebelum upacara dimulai, ia menyempatkan berdiri di depan podium, ketika ratusan siswa sedang bersiap di barisan masing. Tidak peduli ratusan pasang mata memandangnya dengan tatapan aneh.
Bagi sementara orang, itu hal kecil, ya. Sering diabaikan .
Tapi dari hal kecil itulah rasa hormat dan kagum orang yang akan mendengar amanatnya muncul.
Dan dari hal kecil itu pula kualitas sebuah tugas meningkat. Terlihat keren.
2. Kaizen — 1% lebih baik setiap hari
Pelajaran kedua adalah kaizen.
Istilah Jepang yang artinya perbaikan kecil, tapi dilakukan terus menerus.
Banyak dari kita ingin berubah besar sekaligus.
Ingin langsung rajin, langsung produktif, langsung disiplin.
Padahal perubahan seperti itu sering hanya bertahan dua hari, lalu hilang.
Dalam filosofi Jepang berbeda. Padahal sebetulnya bukan hanya filosofi Jepang ya. Dalam ajaran Islam juga ada istilah Istiqomah. Allah lebih suka ibadah kecil yang dilakukan secara istiqomah. Ajaran ini serupa dengan filosofi Kaizen ini.
Orang Jepang percaya bahwa 1% lebih baik hari ini, kalau dilakukan setiap hari, hasilnya akan jauh lebih kuat daripada perubahan besar yang hanya dilakukan sesaat.
Aku dan banyak orang sering merasakannya.
Kita sadar bahwa semangat itu naik turun. Ada kalanya ketika suasana hati kita baik, semangat melambung tinggi. Semua terasa ringan. Tapi di saat lain ketika suasana hati buruk apa-apa malas.
Ini sama seperti ketika kita jalan kaki menempuh jarak yang jauh. Dengan berjalan pelan, santai berirama tetapi tetap melangkah akan menahan energi kita untuk tetap bertahan lebih lama. Tanpa terasa kita sudah menempuh jarak yang sangat jauh.
Melakukan sedikit secara terus menerus akan membentuk kebiasaan atau habit. Ketika habit sudah terbentuk maka itu seperti mesin yang bekerja secara otomatis. Semua karakter terbentuk melalui habit. Dan habit terbentuk melalui tindakan kecil yang terus menerus.
Tidak harus banyak.
Tidak harus sempurna.
Yang penting bergerak sedikit saja, tapi tidak berhenti.
Menulis satu paragraf.
Membereskan satu bagian rumah.
Membaca dua halaman buku.
Atau sekadar mengatur napas dan merapikan pikiran.
Itu sudah termasuk kaizen.
Dan lama-lama, perubahannya terasa.
Pelan, tapi pasti.
3. Respect for People — menghargai setiap orang
Pelajaran ketiga adalah tentang menghargai manusia.
Dalam budaya kerja Jepang, siapapun dia—satpam, office boy, pegawai baru, sampai direktur—punya tempat dan kehormatan yang sama.
Dan ini sering terlihat dari hal sederhana:
Cara mereka meminta tolong.
Cara mengucapkan terima kasih.
Cara memberi instruksi tanpa merendahkan.
Pelajaran ini terasa sekali di kehidupan kita.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang suka diabaikan.
Tidak ada seorang pun yang tidak suka dianggap tidak penting.
Setiap manusia yang punya cerita yang layak didengarkan
Setiap manusia punya keluarga, punya kelelahan, dan punya harga diri.
Sapaan ramah, penerimaan, penghargaan adalah kebutuhan dasar manusia. BIla kita ingin mendapatkannya dari orang lain, jangan lupa ajari mereka untuk melakukannya dengan cara memberi contoh.
Bersikaplah ramah, maka orang akan menirunya.
Hargailah kerja keras bawahan Anda, maka dia akan menirunya dan melakukannya untuk Anda.
Dengarkan saat orang lain berbicara dengan seksama, maka dia akan melakukan hal yang sama untuk Anda.
Bila bawahan Anda yang terlihat kesulitan tanyakan : “Apa ada yang bisa saya bantu supaya tugasmu lebih mudah?”
Bukan dengan pertanyaan “Sudah sampai mana?”
Bukan pula dengan pertanyaan “Kok lama?”
Sederhana, tapi itu bentuk respect.
Dan respect itulah yang membuat tim bekerja tanpa tekanan yang merendahkan.
Pelajaran ini sangat berarti.
Menghargai orang bukan hanya ketika mereka berjasa pada kita.
Tapi juga dalam momen kecil—menyapa, mendengarkan, tidak memotong pembicaraan, dan tidak meremehkan.
Karena pada akhirnya, pekerjaan itu memang penting,
tapi orang-orang yang mengerjakannya jauh lebih penting.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar