Jumat, 07 September 2018

Mati Lampu


Hari ini ada pemadaman listrik. Pemadaman untuk kesekian kali. Kalau dihitung-hitung entah sudah berapa kali terjadi pemadaman listrik dalam sepekan ini. Kemarin sudah terjadi pemadaman listrik cukup lama di kampung sebelah. Hari ini di kampung saya dan beberapa kampung lain juga akan mengalami pemadaman listrik dengan durasi yang cukup lama. Jam 09.00 - 16.00.


Pemberitahuan tentang terjadinya pemadaman sudah sejak kemarin beredar. Belum lama berselang beredar pulan pemberitahuan melalui broadcast  tentang penyebab terjadi pemadaman listrik.

Rakyat mana paham dengan kalkulasi daya atau energi yang sangat njlimet itu. Oalah... tidak paham saudara. Sama sekali tidak paham. Yang saya tahu nyaris semua aktifitas terhenti. Di sekolah kondisinya sangat mengenaskan. Listrik adalah sumber arus utama. Ketika listrik padam, bel sekolah tidak terdengar, kegiatan belajar di lab terhenti. Air di penampungan habis dan tidak bisa terisi kembali. Toilet bau karena kurang guyuran air. Siswa tidak bisa melakukan sholat dluhur karena air tidak tersedia.

Kebutuhan listrik layaknya sudah menjadi kebutuhan primer. Rice cooker, pompa air, power bank, charger, kipas angin, blender, pemanas air, pendingin ruangan dan lain sebagainya adalah peralatan yang selalu digunakan sehari-hari. Kenyamanan yang diperoleh manusia karena keberadaan barang-barang tersebut menimbulkan efek ketergantungan. Hal ini sangat terasa ketika terjadi pemadaman listrik dengan durasi panjang. Seperti hari ini.

Listrik padam. Roda kehidupan berhenti sejenak. Kejadian seperti ini selalu mengingatkan saya pada buku berjudul Dua Tangis dan Ribuan Tawa karya Dahlan Iskan. Buku ini berisi catatan pak Dahlan ketika menjabat sebagai Dirul PLN.

Bagi orang yang awam seperti saya, yang tahunya hanya menggunakan listrik dan mengeluh ketika terjadi pemadaman listrik, memang tidak terlalu penting tahu "dunia kelistrikan". Namun dengan membaca buku ini saya menjadi melek  dan (sedikit) paham bahwa masalah listrik itu adalah masalah yang rumit.
Pak Dahlan tidak hanya cakap dalam menguraikan benang kusut  ditubuh PLN tetapi juga lihai menyederhanakan kerumitan dalam bahasa tulis yang mudah dipahami. Kalimatnya mentes dan terasa kriuk  seperti krupuk. I like it.

19 komentar:

  1. Iya mba. Lg pemadaman bergilir..

    BalasHapus
  2. Iya mba. Lg pemadaman bergilir..

    BalasHapus
  3. Itulah enaknya kalau sudah membaca. Pemahaman kita tentu lebih dibanding dengan yang tidak membaca
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mas, harus suka membaca. Apalagi kalau dapat tugas nulis ODOP. Biar dapat inspirasi juga

      Hapus
  4. Syukurlah tempatku ngga kebagian jatah mati listrik. Atau jangan jangan belum.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga tidak. Susah kalau mati lampu. Gelap gulita

      Hapus
  5. konon katanya kalau lampu padam itu waktu paling asyik untuk melihat langit malam penuh bintang

    BalasHapus
  6. Topiknya ringan, bahasanya lugas, dan jelas. Ada typo (kayanya sy juga sering typo hahaha) pelajarannya tentu saja baca kembali dari atas sebelum publish.
    Selamat belajar menulis, mari saling menyemangati dan terus membaca kak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah diingatkan. Kembali dan kembali dibaca

      Hapus
  7. Saya suka kasihan sama petugas PLN. Memangnya mereka sengaja matiin? -,-

    BalasHapus
  8. Emang kesel ya mba kalau sering mati lampu, semoga ke depan bisa lebih baik 😊

    BalasHapus

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...