Jumat, 21 September 2018

Menjadi ASN Tanpa Syarat, Mungkinkah?





Jangan tanya apa yang dilakukan oleh negara untukmu, tapi tanyalah apa yang kamu bisa lakukan untuk negara.
(John F Kennedy)

Kami menuntut diangkat menjadi ASN tanpa sayarat, tanpa tes!.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh perwakilan GTT/PTT yang melakukan aksi demo mogok mengajar selama 8 hari di wilayah Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar. Berita tentang aksi demo mogok mengajar ini disiarkan  Radio Mayangkara dalam Jurnal Warta hari ini, Jumat tanggal 21 September 2018. Berita serupa juga diberitakan oleh Sindonews.com pada hari Kamis, 20 September 2018.


Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya ketika pemerintah mengagendakan rekrutmen CPNS, aksi semacam ini marak terjadi di seantero penjuru Indonesia. Tahun ini pemerintah kembali membuka kesempatan bagi warga Indonesia untuk mengabdi pada negara sebagai ASN.

Di Pemprov Jawa Timur ada 2.065 formasi dengan rincian 826 Tenaga Pendidikan, 797 tenaga Kesehatan dan 44 tenaga teknis lainnya. Pengumuman resmi dikeluarkan oleh Pemerintah daerah sejak tanggal 19 September 2018.  Masyarakat bisa mengakses informasi tersebut melalui portal resmi sscn.bkn.go.id.

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (UU No 5 Tahun 2014). Dalam Undang-Undang yang mengatur tentang ASN disebutkan bahwa, sebagai profesi, ASN berlandaskan pada 7 prinsip. Prinsip Nilai dasar meliputi limabelas point. Salah satu diantaranya menyebutkan bahwa ASN berkewajiban untuk memberikan layanan publik secara jujur, cepat, tanggap, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna dan santun. Perlu digaris bawahi di sini adalah bahwa ASN adalah pelayan publik.

Sebagai pelayan publik, ASN harus memiliki kualifikasi terstandar dan karakter yang baik. Oleh karena itu perekrutan harus dilakukan secara cermat. Melalui sistim yang akuntabel dan transparan. Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai ASN seperti rekrutmen, penggajian, peningkatan kompetensi dan pemenuhan kesejahteraan sangatlah besar. Gaji ASN  mengambil porsi 25% dari Anggaran Pemerintah Pusat, sebagaimana pernah disampaikan Menteri Keuangan pada  Rakornas BKN setahun yang lalu (detik.com).

Itulah sebabnya maka seleksi rekrutmen ASN diperlukan. Apa jadinya, bila pengangkatan ASN dilakukan tanpa seleksi. Berapa banyak warga masyarakat yang berminat untuk menjadi ASN? Berapa besar lowongan yang disediakan oleh pemerintah?  Berdasarkan catatan tahun lalu, ada 657.841 pendaftar rekrutmen ASN. Sedangkan lowongan yang tersedia hanya 17.928. Kalau masyarakat peminat ASN diterima tanpa syarat, tanpa tes,  akan overload penganggaran.

Keinginan pendemo untuk diangkat menjadi ASN bisa dipahami. Pengabdian mereka tidak berimbang dengan kesejahteraan yang mereka terima.  Kesenjangan ini akan terus terjadi karena bantuan yang diberikan pemerintah terhadap GTT/PTT beriringan dengan pemberian tunjangan kepada ASN. Sebagai ilustrasi, ketika pemerintah memberikan bantuan kesejahteraan kepada GTT/PTT sebesar 500 ribu perbulan, di saat yang sama Pemerintah juga menaikkan gaji atau meningkatkan tunjangan ASN yang nilainya jauh lebih besar. Hal ini mengekalkan kesenjangan sosial di antara mereka. Padahal di dunia pendidikan beban kerja mereka setara.

Rekrutmen ASN yang menyetarakan seleksi antara pelamar dari peserta umum dengan peserta yang sudah menjalani pengabdian tampaknya juga tidak adil. Pengabdian mereka harus dihargai. Jalan keluar yang bisa ditawarkan, dalam rekrutmen dikelompokkan menjadi dua yaitu pelamar yang belum pernah mengabdi/magang dan pelamar yang sudah pernah mengabdi/magang. Dengan membedakan kedua kategori tersebut maka persaingan menjadi berimbang. Pelamar yang pernah mengabdi saling berkompetisi sesamanya. Dengan demikian diharapkan pemerintah mendapatkan ASN yang berkualitas dengan tetap menghargai pengabdian mereka.

#tantanganODOP2
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#nonfiksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...