Sabtu, 12 Januari 2019

Mari, Menjadi Pribadi Melek Literasi


Bismillahirrohmanirrohiim, 
Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat broadcast dari seorang teman, tentang surat terbuka seorang penulis kepada presiden terpilih mendatang. Isinya hot, darurat literasi. 

Kemarin saya buka IG,  membaca postingan salah seorang netizen, yang membagikan twit lewat IG-nya. Dalam ceritanya dikisahkan ada seorang ibu muda  yang tidak tahu harus bagaimana memperlakukan anaknya yang demam.   

Hari ini, saya terperangah ketika menyadari bahwa sebagian besar siswa saya gagal memahami pengertian "hukum kekekalan massa" yang menurut saya sangat jelas redaksinya. 



Ya, saya harus setuju dengan pendapat salah seorang penulis yang saya ceritakan di awal tulisan saya ini. Indonesia memang darurat literasi. 

Kemampuan kita, masih sebatas membaca. Membaca dalam arti melafalkan untaian kata. Baru tahap itu. Belum memahami apa yang ada dalam kalimat yang kita baca. 

Ingatan saya melayang jauh. Perlahan-lahan terbuka pemahaman saya, mengapa di masyarakat kita marak sekali dunia percaloan. Apa-apa dicaloin. Bukan hanya jual beli rumah, mobil, tanah, bahkan nomer antrian tiket kereta api saja dicaloin. Dengan berdalih daripada ribet nulis formulir dan antri.  

Beberapa teman saya ketika dihadapkan pada dunia digital, dimana semua urusan dilakukan secara online, segala aktifitas kedinasan harus terhubung dengan database pusat, cenderung menyerahkannya kepada orang lain. (Tentu saja dengan memberikan kompensasi dalam bentuk nominal). 

Rasa-rasanya, semua itu karena kita jauh dari aktifitas literasi. Enggan belajar meskipun bahan ajar berlimpah di ujung jari kita. Ibaratnya tinggal klik saja kita sudah dapat melihat dunia berikut printhilannya.  

Ribut-ribut berita bohong juga karena masyarakat kita tidak melek literasi. Mendapat broadcast dari grup WA tanpa diteliti kebenarannya sudah dibagikan ke semua kontak, sampai tumpang tindih.  

Kadang-kadang pesan yang sudah kedaluwarsa disebarkan begitu saja, tanpa cek and recek apakah berita itu update (bukan berita kedaluwarsa) dan benar, disebarkan begitu saja. Bisa saja ini karena kecerobohan. Tapi menurut saya karena kita tidak melek literasi. 

Dalam pemahaman saya, literasi itu  adalah perilaku cerdas dalam memilih, mengolah dan memanfaatkan informasi. Cerdas dalam membaca berita. Cerdas dalam menanggapi sebuah foto. Cerdas dalam menganalisis sebuah video. Menganalisis semua informasi sebelum memutuskan untuk menentukan tindakan.  

Setiap hari, setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik, kita dihujani informasi. Buka WA, ada ratusan pesan yang masuk melalui grup-grup yang kita ikuti. Buka FB, kita mendapatkan notif  tentang apa saja yang dilakukan teman dan aktifitas grup yang kita ikuti. Iklan berseliweran. Reportse tentang berbagai kejadian. Buka situs berita, kita disuguhi berita viral yang setiap jam berganti. Buka channel youtube, kita disuguhi video apa saja dari berbagai belahan bumi. Pendek kata, mulai dari membuka  sampai menutup mata, kita dibanjiri informasi. 

Permasalahannya, bagaimana memutus rantai buta literasi ini? Kalau buta hurup, kita dapat mengatasinya dengan membuat kelompok-kelompok belajar membaca dan menyediakan sumber bacaan. Tetapi mengatasi buta literasi tidak hanya dilakukan  dengan belajar membaca dan menyediakan bahan bacaan saja melainkan  membekali setiap individu dengan kemampuan berpikir kritis.  

Caranya? Mari kita mulai dengan bertanya. 
Bertanyalah informasi apa yang kita butuhkan. Dengan demikian kita akan selektif dalam menerima informasi. Tidak semua informasi yang kita terima sesuai dengan kebutuhan.  Harus disadari bahwa kita bukan ahli semua hal. Jadi, fokuslah pada informasi yang penting-penting saja. Yang kurang penting, abaikan. 

Selanjutnya pertanyakan apakah informasi yang kita terima itu dapat dipertanggungjawabkan. Siapa pengirim berita? Kapan berita dilansir? Apakah pengirim berita ahli di bidangnya? Cari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu dari sumbernya. Bila tidak menemukan, telusuri referemsi lain. Setidaknya, bertanyalah pada ahlinya. Misalnya, kalau tentang kesehatan, kunjungi situs yang dikelola oleh dokter. 

Selanjutnya lakukan ujicoba atau penelusuran lebih lanjut. Ikuti perkembangan berita tentang informasi itu dan jangan lupa mempelajari sumber pendampingnya. 

Bila sudah yakin dengan kebenaran informasi tersebut  tanyakan pada diri sendiri tentang manfaatnya  bagi diri sendiri dan orang lain. Tidak semua orang memiliki cara pandang yang sama terhadap suatu permasalahan. Penting bagi Anda, belum tentu penting bagi Teman Anda. Jadi, tahanlah untuk tidak main share informasi tersebut ke orang lain.  

Akhlirnya, bila Anda yakin informasi tersebut layak dibagikan ke orang lain, silahkan dibagi. 

Anda sudah melakukan prosedur yang benar.  
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...