[Pesan lalapan gak?]
[Boleh]
[Apa? Bebek]
Jeda beberapa menit karena saya sedang asyik membaca. Kemudian,
[Bebek untuk ayahmu. Aku, lele]
[Lah kadung bebek semua]
[Yaa sudah, ga pa pa]
Obrolan receh ini mengingatkan saya pada artikel yang sedang saya baca. Jadi ceritanya saya meminjam buku di perpustakaan online. Judulnya: Chicken soup for the soul; Bahtera Rumah Tangga. Judul artikel yang saya baca saat ini berjudul: Kisah Yang Berbeda, ditulis oleh Gina Farella Howley.
Apa hubungannya? Tidak ada.
Tapi saya merasa ada sesuatu yang ingin saya sampaikan bahwa artikel yang saya baca itu mengandung pembelajaran. Tentang sebuah komitmen dalam sebuah pernikahan. Pernikahan bukan solusi dari permasalahan - karena faktanya justru disana akan ditemukan banyak masalah. Lalu dimana untungnya? Pernikahan tidak mencari keuntungan? Pernikahan memberi kesempatan kepada pelakunya untuk menikmati pengorbanan.
Tidak semua pasangan adalah orang yang kita inginkan. Sebagian besar bahkan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tetapi ketika seseorang bertahan dengan berbagai kesulitan, ketidaknyamanan dan banyak kompromi dalam sebuah ikatan pernikahan mungkin dia mempunyai alasan yang kuat. Pun demikian sebaliknya. Ketika seseorang memilih untuk menyerah pasti juga memiliki alasan yang kuat.
Kadang-kadang kita diperdaya oleh keinginan dan harapan yang berlebihan. Berharap semua berjalan sempurna. Menikmati tidur yang nyaman, mendapatkan perhatian dari pasangan seperti yang ada di film-film romantis, mendapatkan sapaan hangat di saat tubuh merasa lelah, mendapatkan perhatian kecil yang bermakna dan harapan yang memenuhi pikiran sepanjang waktu.
Faktanya tidak seperti yang kita inginkan. Seolah kita mendapatkan zonk dari kehidupan. Itulah yang membuat kita merasa lelah dan ingin menyerah.
Kalau masalahnya pada harapan mungkin kita bisa menyelesaikannya dari sini. Mengubah harapan. Tepatnya menyesuaikan harapan sehingga jarak keduanya tidak terlalu panjang. Itulah yang harus saya lakukan. Tidak usah berharap lebih. Sekedarnya saja. Kalau kesampaian syukur kalau tidak ya tidak masalah. Tidak perlu kecewa berlebihan. Mungkin belum rejeki. Mungkin belum saatnya. Mungkin justru banyak mudharatnya dibanding manfaatnya.
Kedengarannya seperti sedang menghibur diri sendiri. Kalaupun iya, tidak salah kan? Tidak ada yang datang menghibur kita, padahal kita sangat membutuhkan, mengapa kita tidak melakukannya untuk diri sendiri.
Jadi kalau tidak ada ikan lele maka bebek goreng pun sepertinya bukan sesuatu yang buruk. Mungkin kuncinya bukan menunggu yang sempurna tetapi mensyukuri yang ada.
Bagaimana menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar