Sabtu, 22 September 2018

Spechless



Bismillhirrohmanirrohim

Kadang-kadang saya ingin bertanya mengapa orangtua enggan datang ke sekolah anaknya. Pertanyaan itu benar-benar mengusik. Apakah karena 1) tidak punya waktu atau 2) takut ditagih karena belum bayar administrasi  atau 3) merasa tidak penting atau 4) malu karena anaknya nakal.



Kalau pertanyaan itu saya lontarkan kepada anda, jawaban mana yang sesuai dengan keadaan Anda?

Mengapa saya tanyakan kepada Anda? Karena bingung juga ya mengapa ada saja orang tua yang abai dengan panggilan sekolah.

Awal semester ini saya mengundang orangtua/ wali siswa. Sebelum mengedarkan undangan sudah saya wanti-wanti mereka agar menyampaikan bahwa tujuan saya mengundang beliau adalah untuk bersilaturahmi dan menyampaikan informasi penting. Tidak ada niat untuk membicarakan administrasi.

Kenyataannya, masih ada lima orang yang tidak dapat hadir dalam acara itu. Meskipun jumlah ini merupakan capaian yang baik, mengingat sebelum-sebelumnya undangan yang hadir  hanya dua pertiganya, tetapi tetap saja saya gelisah. Dua orang mengkonfirmasi ketidak hadirannya dan datang beberapa hari sesudahnya. Tiga orang tidak ada berita.

Saya tetap mengharapkan kehadiran beliau melalui putranya. Salah seorang datang dan mengatakan bahwa beliau tidak mendapatkan undangan. Nah kan. Hal seperti ini memang harus diklarifikasi agar jelas dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Tinggal dua orang. Salah seorang terpaksa harus saya kunjungi karena putranya beberapa kali mengajukan dispen dan tidak masuk.

Apa yang terjadi? Ibunya dengan berapi-api menyampaikan keluhan tentang perilaku putranya. Secara sirri si ibu ini menyalahkan pihak sekolah karena menurut beliau kurang peduli dengan putranya.

Saya seperti kehabisan kata-kata menghadapinya. Bagaimana mungkin orangtua tahu tentang sekolah bila abai dengan undangan dari sekolah. Ketika saya klarifikasi mengapa tidak datang memenuhi undangan dari sekolah, jawabannya tidak ada waktu. Banyak pekerjaan. Tidak ada kendaraan. Nah, pusing kan.

Masih ada satu lagi. Siswa ini mengalami masalah ketika pelajaran matematika. Saat diskusi kelas dia asyik dengan gawainya sehingga disita oleh gurunya. Kebetulan sekali. Saya sampaikan bahwa orangtuanyalah yang harus mengambil gawainya.

Ketika si bapak datang, saya segera mengklarifikasi mengapa beliau tidak datang memenuhi undangan sekolah? Jawabannya? Saya dan istri saya repot dengan pekerjaan. Tidak ada waktu untuk ke sekolah. Ketika saya tanya apakah si bapak mendapat pemberitahuan dari operator absensi tentang kehadiran putranya. Ya, katanya. Tetapi si bapak ini tidak membacanya. Tidak ada waktu.

Ya Allahu ya Rob. Bagaimana harus mendeskripsikan perasaan saya. Saya tidak menemukan kata-kata yang tepat. Bila suatu ketika anak-anak itu "salah jalan" karena kurangnya pemantauan, bagaimana perasaan orangtua-orangtua ini. Menyesalkah, atau tidak ada waktu untuk memikirkannya.

Tidak ada tembok bila tidak ada batu bata yang ditata satu demi satu. Ini adalah sebuah analogi bahwa sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil. Anak-anak tidak serta merta berperilaku kriminal. Ia akan memulainya dari penyimpangan-penyimpangan kecil.

Tidakkah itu disadari. Bukankah penyesalan di kemudian hari tidak ada gunanya?


#komunitasonedayonepost
#ODOP_6



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...