Minggu, 25 November 2018

Mempertanyakan Kebaikan



Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri.(Jalaludin Rumi)

Bismillahirrohmanirrohiim, 
Kita kecewa bila jerih payah kita, kebaikan yang kita lakukan tidak diterima atau tidak diakui oleh orang lain. Kalau kita sudah melakukan yang menurut kita baik terus orang yang menerima kebaikan kita itu mengabaikan, kita marah. Kalau perlu mengumpat. Kalau perlu orang yang menerima kebaikan kita itu tahu kalau kita marah dan minta maaf kepada kita. Tetapi hal seperti itu jarang sekali terjadi. Yang seringkali terjadi justru kita sakit hati. Terus kita putus asa dan berjanji untuk tidak melakukan kebaikan yang sama kepada orang yang sama lagi di waktu yang akan datang.


Dimana letak kesalahannya coba? Apakah salah orang melakukan kebaikan? Tentu tidak. Mengapa orang cenderung tidak menghargai kebaikan orang lain? Karena apa yang mereka pikirkan tentang kebaikan itu tidak sama. Dan menginginkan orang berpikiran sama dengan kita itu suatu  kemustahilan. Jadi kalau kita berbeda pendapat tentang suatu hal itu biasa.

Balik lagi dengan permasalahan awal, tentang sikap baik yang tidak mendapat penghargaan. Rasa kecewa muncul karena jauh di dalam hati,  kita  berharap kebaikan kita dihargai. Maka ketika harapan kita tidak kesampaian, kita pun marah. Biar tidak ada kemarahan maka harapannya diubah. Bukan untuk mendapat penghargaan dari manusia melainkan mendapat ridlo Tuhan. Bukankah perintah melakukan kebaikan itu datangnya dari Tuhan?

Tuhan sudah memerintahkan kepada semua umatNya untuk berbuat baik. Tuhan akan menerima semua amal baik kita. Bahkan untuk kebaikan yang sangat kecil dalam pandangan manusia. Tuhan akan melipatkan imbalan pada kebaikan yang kita lakukan. Jadi mengapa harus mengharapkan penghargaan dari manusia yang tidak mempunyai kemampuan untuk membalasnya.

Pepatah bijak mengatakan bahwa ketika manusia berbuat baik, maka sebetulnya manusia sedang mendidik dirinya sendiri untuk membangun kepribadiannya. Pepatah ini mengisyaratkan bahwa melakukan kebaikan itu sebenarnya bukan semata-mata untuk orang lain melainkan untuk diri sendiri juga. Artinya tidak hanya orang lain yang diuntungkan karena menerima kebaikan kita tetapi kita juga diuntungkan karena kebaikan itu berkontribusi dalam membangun kepribadian yang baik. 

Bisa diibaratkan membangun kepribadian yang baik itu seperti membangun sebuah gedung yang bagus. Setiap kebaikan yang kita lakukan serupa dengan bagian-bagian yang kita gunakan untuk memperkokoh bangunan itu.

Kepribadian kita sepenuhnya adalah tanggungjawab kita. Masa depan dan keberuntungan kita di masa-masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh bangungan kepribadian kita. Semakin kokoh bangunan itu, ia tidak akan mudah tumbang. Semakin kokoh bangunan kepribadian kita, ia akan menjadi penaung kita saat menghadapi bencana. Siapa yang diuntungkan dari memiliki kepribadian yang kokoh? 

Lalu mengapa kita enggan membangunnya hanya karena kita terkecoh dengan pendapat orang lain?


#ODOPbatch6
#nonfiksi

Selamat menikmati. Bila berkenan silahkan tinggalkan jejak dengan menulis di kolom komentar. Jangan lupa sertakan link url agar silaturahmi terjalin diantara kita 

23 komentar:

  1. Idealnya memang tulus ikhlas dan tak pamrih ya bu saat berbuat kebaikan. Sayangnya sebagai manusia biaaa, kadang saya jg suka kesel padahal itu salah ya. Terima kasih sudah mengingatkan bu Endah 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berat memang mbak. Saya juga sering terjebak. Tapi berusaha mengingatkan diri sendiri

      Hapus
    2. Terima kasih Bu jadi pengingat buat saya juga. Ikhlas itu karena Allah, bukan penghargaan dari manusia ya.

      Hapus
  2. Kadang memang muncul, aku udah baik sama si X trus berharap suatu hari mungkin si X akan baik sama aku..
    Itu namanya gak ikhlas ya mb. Emang butuh waktu untuk belajar ikhlas..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama seperti belajar kimia, harus terus dan terus berlatih. Semoga Allah memberi kemudahan

      Hapus
  3. Super sekali mba tulisannya. Sudah sering mendengat kutipan diatas, namun diulas dengan apik oleh mba dan merasuk di hati.

    https://mydailylifeotherstory.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sedang mengingatkan diri sendiri. Ketika rasa itu datang dan menguasai diri, saya mengajaknya berdialog.

      Hapus
  4. Judulnya saja sudah mengena sampai ke hati mbak Endah, keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak terimakasih sudah berkenan membaca. Membersamai saya

      Hapus
  5. Awwww Rumi filsuf idolakuuu
    Tulisan dan puisinya penuh dengan renungan

    BalasHapus
  6. Inspiratif harus diingat tulus dan ikhlas selalu

    BalasHapus

  7. "Bisa diibaratkan membangun kepribadian yang baik itu seperti membangun sebuah gedung yang bagus." I love it

    BalasHapus
  8. Semua kebaikan memang seharusnya berasal dari diri sendiri ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar gak frustasi mbak. Kalau orientasinya dari orang lain ujungnya ngenes

      Hapus
  9. Saya baca sambil merenung bu. Untuk menjadi tetap baik, meski orang lain jahat, kadang susah bu. Kadang mikir, padahal aku kan udah baik sama dia, kok dia gini gini gini. Baik aja kadang susah ya bu, apalagi menjadi lebih baik xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Susah mbak, susah. Saya sepakat. Semoga Allah menguatkan. Hanya kepadaNya kita memohon pertolongan.

      Hapus
  10. Tulisannya membuat saya merenung, Mbak. Semoga bisa membangun kepribadian yang kokoh ke depannya...

    BalasHapus
  11. iya bner kita ini manusia yang sepertinya yaaa begitulah... mbak tulisanmu bikin aku pingen mojok buat inget2 klo banyak salah akuuu

    BalasHapus

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...