Kemarin saya pintar, jadi saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijaksana, jadi saya mengubah diri saya sendiri.(Jalaludin Rumi)
Bismillahirrohmanirrohiim,
Kita kecewa bila jerih payah kita, kebaikan yang kita lakukan tidak diterima atau tidak diakui oleh orang lain. Kalau kita sudah melakukan yang menurut kita baik terus orang yang menerima kebaikan kita itu mengabaikan, kita marah. Kalau perlu mengumpat. Kalau perlu orang yang menerima kebaikan kita itu tahu kalau kita marah dan minta maaf kepada kita. Tetapi hal seperti itu jarang sekali terjadi. Yang seringkali terjadi justru kita sakit hati. Terus kita putus asa dan berjanji untuk tidak melakukan kebaikan yang sama kepada orang yang sama lagi di waktu yang akan datang.
Dimana letak kesalahannya coba? Apakah salah orang melakukan
kebaikan? Tentu tidak. Mengapa orang cenderung tidak menghargai kebaikan orang
lain? Karena apa yang mereka pikirkan tentang kebaikan itu tidak sama. Dan
menginginkan orang berpikiran sama dengan kita itu suatu kemustahilan. Jadi kalau kita berbeda
pendapat tentang suatu hal itu biasa.
Balik lagi dengan permasalahan awal, tentang sikap baik yang
tidak mendapat penghargaan. Rasa kecewa muncul karena jauh di dalam hati, kita
berharap kebaikan kita dihargai. Maka ketika harapan kita tidak
kesampaian, kita pun marah. Biar tidak ada kemarahan maka harapannya diubah.
Bukan untuk mendapat penghargaan dari manusia melainkan mendapat ridlo Tuhan.
Bukankah perintah melakukan kebaikan itu datangnya dari Tuhan?
Tuhan sudah memerintahkan kepada semua umatNya untuk berbuat
baik. Tuhan akan menerima semua amal baik kita. Bahkan untuk kebaikan yang
sangat kecil dalam pandangan manusia. Tuhan akan melipatkan imbalan pada
kebaikan yang kita lakukan. Jadi mengapa harus mengharapkan penghargaan dari
manusia yang tidak mempunyai kemampuan untuk membalasnya.
Pepatah bijak mengatakan bahwa ketika manusia berbuat baik,
maka sebetulnya manusia sedang mendidik dirinya sendiri untuk membangun
kepribadiannya. Pepatah ini mengisyaratkan bahwa melakukan kebaikan itu
sebenarnya bukan semata-mata untuk orang lain melainkan untuk diri sendiri
juga. Artinya tidak hanya orang lain yang diuntungkan karena menerima kebaikan
kita tetapi kita juga diuntungkan karena kebaikan itu berkontribusi dalam
membangun kepribadian yang baik.
Bisa diibaratkan membangun kepribadian yang
baik itu seperti membangun sebuah gedung yang bagus. Setiap kebaikan yang kita
lakukan serupa dengan bagian-bagian yang kita gunakan untuk memperkokoh
bangunan itu.
Kepribadian kita sepenuhnya adalah tanggungjawab kita. Masa
depan dan keberuntungan kita di masa-masa yang akan datang sangat dipengaruhi
oleh bangungan kepribadian kita. Semakin kokoh bangunan itu, ia tidak akan
mudah tumbang. Semakin kokoh bangunan kepribadian kita, ia akan menjadi penaung
kita saat menghadapi bencana. Siapa yang diuntungkan dari memiliki kepribadian
yang kokoh?
Lalu mengapa kita enggan membangunnya hanya karena kita terkecoh
dengan pendapat orang lain?
#ODOPbatch6
#nonfiksi
Selamat menikmati. Bila berkenan silahkan tinggalkan jejak dengan menulis di kolom komentar. Jangan lupa sertakan link url agar silaturahmi terjalin diantara kita
Idealnya memang tulus ikhlas dan tak pamrih ya bu saat berbuat kebaikan. Sayangnya sebagai manusia biaaa, kadang saya jg suka kesel padahal itu salah ya. Terima kasih sudah mengingatkan bu Endah 😊
BalasHapusBerat memang mbak. Saya juga sering terjebak. Tapi berusaha mengingatkan diri sendiri
HapusTerima kasih Bu jadi pengingat buat saya juga. Ikhlas itu karena Allah, bukan penghargaan dari manusia ya.
HapusKadang memang muncul, aku udah baik sama si X trus berharap suatu hari mungkin si X akan baik sama aku..
BalasHapusItu namanya gak ikhlas ya mb. Emang butuh waktu untuk belajar ikhlas..
Sama seperti belajar kimia, harus terus dan terus berlatih. Semoga Allah memberi kemudahan
HapusSuper sekali mba tulisannya. Sudah sering mendengat kutipan diatas, namun diulas dengan apik oleh mba dan merasuk di hati.
BalasHapushttps://mydailylifeotherstory.blogspot.com/
Saya sedang mengingatkan diri sendiri. Ketika rasa itu datang dan menguasai diri, saya mengajaknya berdialog.
HapusJudulnya saja sudah mengena sampai ke hati mbak Endah, keren
BalasHapusIya mbak terimakasih sudah berkenan membaca. Membersamai saya
HapusAwwww Rumi filsuf idolakuuu
BalasHapusTulisan dan puisinya penuh dengan renungan
Saya juga suka.
HapusInspiratif harus diingat tulus dan ikhlas selalu
BalasHapusBegitu kira kira mbak
Hapus
BalasHapus"Bisa diibaratkan membangun kepribadian yang baik itu seperti membangun sebuah gedung yang bagus." I love it
Terima kasih mbak
HapusSemua kebaikan memang seharusnya berasal dari diri sendiri ya mba
BalasHapusBiar gak frustasi mbak. Kalau orientasinya dari orang lain ujungnya ngenes
HapusMantap nice
BalasHapusSaya baca sambil merenung bu. Untuk menjadi tetap baik, meski orang lain jahat, kadang susah bu. Kadang mikir, padahal aku kan udah baik sama dia, kok dia gini gini gini. Baik aja kadang susah ya bu, apalagi menjadi lebih baik xD
BalasHapusSusah mbak, susah. Saya sepakat. Semoga Allah menguatkan. Hanya kepadaNya kita memohon pertolongan.
HapusTulisannya membuat saya merenung, Mbak. Semoga bisa membangun kepribadian yang kokoh ke depannya...
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung mbak
Hapusiya bner kita ini manusia yang sepertinya yaaa begitulah... mbak tulisanmu bikin aku pingen mojok buat inget2 klo banyak salah akuuu
BalasHapus