Judul : Bersahabat dengan Tuhan
Tebal: 135 halaman
Pengarang : Ahmad Rifa'i Rif'an P
Penerbit : Mizania
Tahun terbit : Mei 2016
Harga :
Setiap orang menghadapi masalah dalam hidupnya. Tak ada seorangpun yang luput dari masalah. Sebagian orang menghadapi masalah itu dengan keluh kesah dan menyalahkan keadaan. Akibatnya, masalah itu membuahkan penderitaan.
Saya tertarik membaca buku ini. Tertarik judulnya. Saya mencoba menebak-nebak isinya. Bukunya tidak terlalu tebal. Saya suka. Karena biasanya buku yang tipis dapat habis sekali baca. Apalagi kalau bahasanya lincah.
Buku dengan warna sampul hijau cerah ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian 1 berjudul : bersahabat dengan tuhan. Isinya mengupas tentang pengaruh Tuhan dalam hidup manusia.
Bahwa manusia hidup tu seringkali menghadapi masalah yang sulit untuk diselesaikan. Sebetulnya, manusia tidak mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan. Manusia hanya bisa berusaha dan tetap saja yang akan menyelesaikan masalahnya, Tuhan.
Itulah sebabnya manusia harus terus berupaya agar dekat dengan tuhannya. Melalui apa? Yaitu melalui ibadah secara konsisten atau ajeg. Dalam bahasa agama disebut istiqomah. Tetapi menjaga konsistensi ibadah itu sangatlah sulit.
Pada rangkaian tulisan di bab satu ini penulis memberikan tips nya untuk menjaga ibadah yaitu 1) dengan memilih komunitas yang tepat dan 2) melatih konsistensi. (Saya ingin menulis dalam judul tersendiri suatu ketika nanti, bismillah).
Komunitas itu sangat penting, terutama dalam menjaga gairah beribadah. Berada dalam suatu komunitas itu seperti berada di rumah yang fasilitasnya lengkap. Berada dalam sebuah komunitas itu berarti berada
di lingkungan orang-orang yang memiliki visi yang sama. Keberadaan mereka akan mempengaruhi ghirah kita dalam beribadah. Kalau kita sedang malas, kemuian melihat orang lain tidak, kita akan terdorong untuk ikut-ikutan tidak malas.
Sedangkan melatih konsistensi adalah usaha sadar yang kita lakukan dari dalam diri kita. Semacam tekad yang kuat. Tekad untuk melakukan apa yang sudah kita tetapkan sendiri tidak peduli apapun penghalangnya. Maju terus pantang mundur. Kalau rasa malas itu datang, kita harus melawan.
Sedangkan melatih konsistensi adalah usaha sadar yang kita lakukan dari dalam diri kita. Semacam tekad yang kuat. Tekad untuk melakukan apa yang sudah kita tetapkan sendiri tidak peduli apapun penghalangnya. Maju terus pantang mundur. Kalau rasa malas itu datang, kita harus melawan.
Kita harus mengenali diri
sendiri. Mengenali hal-hal yang membuat kita enggan beribadah. Misalnya karena kekurangan ilmu. Dengan mengetahui masalahnya, kita dapat menentukan bagaimana caranya kita berubah.
Bagian dua berjudul berdamai dengan takdir.
Bagian dua ini berkisah tentang pengalaman yang dapat dijadikan renungan
terutama dalam menyikapi hal-hal yang tidak kita inginkan. Bukankah yang sering
kita hadapi adalah sesuatu yang justru berkebalikan dengan apa yang kita
inginkan? Bagaimana sikap kita? Mengeluh? Menolak atau kecewa. Hasilnya akan
sama. Ketika itu sudah menjadi ketentuan Allah maka takdir tidak akan berubah
sekuat apapun kita menolaknya. Jadi cara cerdas menghadapinya adalah dengan
berdamai, menerima ketentuan Allah dengan kesadaran penuh bahwa semua itu
terjadi hanya karena ijinnya.
Penulis berusaha menggugah kesadaran
pembaca bahwa takdir Allah adalah yang terbaik. Manusia sering lupa bahwa Allah
telah membekali manusia dengan tubuh yang sangat berharga. Tetapi kita sering
mengabaikannya. Bila kita gagal karena Allah memang belum mengijinkan kita
berhasil, kita lupa bahwa anugerah Allah dalam diri kita sangatlah besar. Semua
organ yang kita miliki tak ternilai harganya. Tetapi kita abai. Kita cenderung baper
dan menaras putus asa seolah kita adalah manusia paling sengsara di dunia.
Dalam menghadapi kesulitan hidup kita harus
terus berusaha tanpa melupakan belas kasih Tuhan. Manusia harus bermimpi dan
memelihara mimpinya karena dengan memelihara
mimpinya itu manusia akan terus bergerak. Kalau manusia merasa kesulitan,
karena memang di dunia ini tidak ada yang mudah, maka kita tinggal mengingat
Tuhan. Dia telah mempersiapkan bantuan kepada kita untuk mendapatkan bantuan.
Penulis menyitir sebuah ayat pada salah satu surah Al Thalaq ayat 2-3 yang
menyebutkan Allah telah menyediakan kunci serbaguna bagi manusia yaitu takwa.
Dengan bertakwa kepada Allah maka Allah sendiri yang memberi jalan keluar untuk
semua kesulitan kita.
Manusia sering dibingungkan dengan rencana
Tuhan. Kapan kita tahu bahwa rencana kita tidak sesuai dengan rencana Tuhan? Untuk
pertanyaan ini, penulis menjawabnya bahwa ketika semua usaha sudah dijalankan
tetapi yang terjadi tidak mencapai hasil yang kita harapkan, berarti rencana
kita tidak sama dengan rencana Tuhan.
Pada bagian tiga yang diberi judul menebar
cinta, penulis lebih banyak mengupan tentang hubungan kita dengan sesama
manusia. Manusia mempunyai jalur lain selain jalur menuju Tuhan, jalur kepada
diri sendiri yaitu jalur kepada sesama manusia dan juga sesama ciptaannya.
Dengan tetap menjaga ketiga jalur itu manusia akan mencapai kebahagiaannya.
Dalam membangun silaturahmi kepada sesama manusia kita sering abai dan tidak
menyadari bahwa sikap, perilaku dan kata-kata kita melukai orang lain. Mereka
bisa orsngtua kita, pasangan kita, anak-anak, murid, teman sejawat, tetangga
dan sesiapapun yang memberssmai kita menjalani kehidupan kita. Ucspan terima
kasih, maaf dan berbaik sangka adalah usaha kita untuk menebar cinta. Sekali
lagi, agar kita berbahagia.
Buku ini sudah berhasil menggugah hati saya
untuk melihat perpektif lain dalam bertuhan. Dia bukan hanya penguasa yang
menakutkan karena siksanya yang sangat pedih, tetapi setiap saat Dia dapat
menjadi sahabat saya.
Karena buku ini tidak terlalu tebal dan
dituturkan dalam bahasa ringan, saya merekomendasikan buku ini untuk semua
kalangan.
Jadi pengen baca juga bu. Saya sepakat dengan penulis bahwa ikut komunitas bisa menjaga semangat supaya bisa tetap istiqomah. Itupula yang saya tuliskan dalam 8 tips membuat resolusi di tahun baru. Terima kasih sharingnya ibu 😊
BalasHapusIya mbak. Semakin ke sini saya sangat merasakan pentingnya masuk komunitas. Auranya beda. Energinya juga berbeda. Ternyata sendiri itu memang berat.
HapusTertarik baca nih jadinya. :)
BalasHapusMonggo mas dibaca.
HapusBukunya kang Rifa'i Rif'an bagus2 ya
HapusIya betul
Hapus