Senin, 24 Desember 2018

Perjalanan di Dunia Digital

Ilmu Allah itu maha luas. Tak ada yang bisa menggambarkan keluasan ilmu Allah. Sementara ilmu yang diberikan kepada kita ini sangat terbatas. Buktinya, semakin kita masuk dalam khasanah ilmu semakin kita menyadari betapa banyak yang belum kita ketahui. Ingin belajar dan belajar lagi.

Saya berkenalan komputer itu ketika masih kuliah di IKIP Surabaya (sekarang Unesa). Itupun sudah semester empat kalau tidak salah. Kira kira tahun 1989. Kala itu komputer tersimpan di ruang laboratorium yang ekskusif. Lantainya berkarpet dan ruangannya ber-ac. Kurasa tidak semua orang boleh masuk ke ruang tersebut. Saya bisa masuk ke ruang itu karena diminta mengetik makalah untuk acara diskusi akademik yang menjadi agenda rutin jurusan kami.



Pertama kali mengetik menggunakan komputer, takjub bukan main. Padahal saat itu saya masih menggunakan wordstar yang kalau nulis huruf tebal harus menggunakan ctrl+b kemudian di teks muncul tanda aneh di depan kata yang hurufnya akan ditebalkan. Tombol keyboard yang saya suka adalah enter dan backspace. Seru ya, menghapus dan menyisipkan kata tidak harus mengubah susunan kata yang lain. Kalau pakai mesin ketik manual salah satu kata saja satu lembar jadi korban.

Dulu saya pikir komputer itu pengganti mesin ketik. Mungkin karena saya dikenalkan pertama kali untuk mengetik. Ah, ternyata tidak. Jauh lebih pinter dari mesin ketik. Bisa menyimpan data. Bisa menyalin data, jadi tidak usah repot-repot menulis ulang. Bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan mesin ketik. Alhamdulillah, saya menjadi saksi sejarah bagaimana aplikasi pengolah kata dan pengolah angka berkembang sedemikian rupa. Ketika saya berkesempatan membeli komputer, saya membuka jasa pengetikan. Menjadi tukang ketik. Seiring dengan perkembangan jaman komputer menjadi media penting untuk mengakses internet.

Internet juga sesuatu yang membuat saya  takjub. Dulu ketika internet mulai dibicarakan, saya bertanya-tanya bagaimana sih cara kerja internet. Benar-benar penasaran dibuatnya.

Hingga pada suatu ketika, saat saya mengikuti  diklat di Malang,  seorang peserta diklat bercerita bahwa dia baru saja chattingan dengan muridnya yang sekarang tinggal di Jerman. Bagi  saya yang bodoh dan udik ini sulit membayangkan apa itu chattingan. Kata kunci yang tertanam di benak saya saat itu, internet memungkinkan saya terhubung secara personal dengan orang di luar sana. Keingintahuan saya tentang internet kembali meletup-letup seperti bisul matang yang siap meledak.

Mulailah saya mencari orang yang bersedia mengajari tentang internet. Saya mencari warnet yang saat itu baru satu dua di kota saya. Maklumlah kota kecil. Saya  minta diajari bagaimana browsing dan mengirim email. Mbak penjaga warnet itu tertawa. Sudah belajar sendiri saja, katanya. Tetapi saya tetap memaksanya dan akhirnya dia benar-benar mengajari saya.  Sungguh ketakjuban saya tentang dunia antah berantah itu membuat saya seperti berada di alam lain. Saya semakin sering mengunjungi warnet dan menghabiskan waktu berjam jam untuk akses internet. Agar mendapat paket murah saya datang ke warnet setelah subuh. Yang saya lakukan waktu itu adalah, mengumpulkan artikel sebanyak-banyaknya. Menyimpan di salah satu folder dan berpesan kepada penjaga warnet untuk menyimpannya. Setelah beberapa kali kunjungan saya akan membackupnya dalam sebuah kaset CD. Di rumah, saya pindakan di PC kemudian saya print. Ya Allah senangnya mempunyai sumber bacaan berlimpah dan gratis.

Semakin saya pelajari semakin saya merasa bodoh. Banyak ketakjuban - ketakjuban baru yang kutemui setiap hari. Saya seperti anak kecil yang dilepas di area permainan yang luas dan lengkap.

Belum sadar saya dari kegagapan ini, muncullah telepun seluler. Benda kecil untuk sarana komunikasi. Telpun seluler yang saya beli pertama kali seharga 500 ribu. Ponsel bekas. Bisa mengirin sms dan telpon tanpa berlari-lari ke wartel saja sudah membuat saya girang bukan main. Kini saya cukup melakukannya dengan ongkang ongkang kaki di rumah.

Hanya berselang beberapa tahun kemudian saya akrab dengan laptop, android dan tablet. Semua serba online. Banyak hal baru yang saya terima, nyaris setiap hari. Gelombang informasi yang sangat luar biasa masif menyerbu saya dan orang-orang di sekitar saya.

Satu hal yang sangat saya syukuri yaitu saya adalah orang pertama yang memperkenalkan semua itu kepada anak saya. Seiring dengan pertumbuhan mereka, memang anak-anak menjadi lebih pinter dibanding saya. Tetapi saya merasa mereka tetap menghargai saya, guru pertamanya. Kami sering berdiskusi. Tepatnya sayalah yang sering bertanya kepada mereka.

Saya memang berusaha update dengan dunia teknologi informasi. Profesi saya mengharuskan saya berinteraksi dengan generasi muda yang terpapar langsung dampak teknologi informasi. Bagaimanapun, jiwa mereka masih labil dan perlu pendampingan. Semga saya dapat mendampingi mereka.

4 komentar:

  1. Karya baru pengalaman pribadi terkait dg IT oke Bu. Kutunggu karya yang lain.

    BalasHapus
  2. Hahaha keren euy, jadi inget jaman pingin ngitip dunia

    BalasHapus

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...