Sabtu, 18 Mei 2019

Stop Pornografi dan Pornoaksi



Membaca buku berjudul "Pornografi dan Pornoaksi ditinjau Dari Hukum Islam" membuat saya sedikit ngeh dengan UU Pornografi dan Pornoaksi yang pernah heboh beberapa waktu yang lalu. 

Sejujurnya saya memang tidak paham dengan UU Pornografi dan Pornoaksi. Saya bahkan sempat bingung ketika ada demo pro-kontra saat undang-undang ini diangkat untuk diberlakukan. Dalam benak saya, bukankah seharusnya memang Pornografi dan Pornoaksi seharusnya dikendalikan agar tidak berdampak negatif bagi masyarakat. Tetapi mengapa justru ada yang menolaknya. 

Pornografi menurut kamus bahasa Indonesia Daring adalah : 1) (n) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi dan 2) (n) bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi. Sedangkan pornoaksi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah tingkah laku secara erotis yang mengundang nafsu berahi. 

Dari kedua pengertian itu, saya menyimpulkan bahwa perbedaan keduanya adalah bentuknya. Pornografi adalah kata benda yang merujuk pada media yang menggambarkan (menampilkan) perilaku erotis. Media tersebut dapat berupa media visual, audio atau audiovisual. Contohnya bisa gambar, video, rekaman suara atau sejenisnya. Sedangkan Pornoaksi merujuk pada apa yang dilakukan atau perlakuan seseorang yang erotis. Kata "erotis" disini dimaksud berpotensi mengundang syahwat atau nafsu berahi. 

Keduanya, baik pornografi dan pornoaksi adalah (dianggap)  pemicu terjadinya perilaku kejahatan seperti perzinaan dan pembunuhan. Dalam hal ini, saya setuju sepenuhnya terhadap pendapat penulis yang menyatakan bahwa keduanya berpotensi untuk melahirkan tindakan kejahatan seksual yang lain. 

Ke-setuju-an saya ini bukan tidak beralasan ya. Sebagai perempuan, sebagai ibu, sebagai pendidik saya merasa prihatin dengan kondisi masyarakat dewasa ini. Seks bebas sudah terjadi di mana-mana baik secara terselubung atau terang-terangan. Saya pernah membaca buku yang ditulis oleh sekelompok remaja yang melakukan penelitian sederhana pada kelompok mereka. Hasilnya, tidak sedikit remaja yang berstatus pelajar menjadi pelaku seks bebas. 

Fakta pahit ini terjadi karena mereka, para remaja itu, secara masif terpapar pornografi dan pornoaksi. Rata-rata pelaku seks bebas yang berdampak kehamilan ataupun tidak mengaku bahwa mereka mengenal seks setelah mereka melihat atau menanton video porno. Artinya, porgnografi bukan hanya diduga berpotensi memicu terbentuknya perilaku seks bebas tetapi sudah nyata-nyata menjadi penyebabnya. 

Pembunuhan dan aborsi adalah rentetan efek yang terjadi karena paparan pornografi dan pornoaksi. Sungguh besar kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat dari pornografi dan pornoaksi tersebut. Mungkin kita masih bisa mengelus dada saat menyaksikan berita tentang seorang anak dibawah umur mengalami pelecehan seksual oleh temannya. Tetapi apakah kita hanya akan mengelus dada ketika hal itu terjadi pada keluarga kita? 

Sekolah sebagai lembaga pendidikan bukanlah tempat yang aman dari pornografi dan pornoaksi. Saat ini gambar dan video porno dapat tersimpan dengan aman di dalam Android pelajar. Mereka dapat menonton setiap saat beramai-ramai di ruang kelas, terutama di jam-jam kosong. 

Pornoaksi juga dapat terjadi dipojok-pojok ruang atau di tempat-tempat umum. Busana minim, perilaku yang kelewat batas, yang tidak sepantasnya dilakukan oleh remaja berstatus pelajar saat ini sudah dianggap biasa. 

Pornografi dan pornoaksi menjadi keprihatinan kita semua. Siapapun kita, kita bertanggungjawab secara moral untuk mengendalikan perilaku itu di wilayah yang menjadi kewenangan kita. 

Hal ini pernah terjadi di rumah saya. Saat itu anak saya masih duduk di bangku MTs. Saat itu sekolah pulang lebih awal karena di sekolah mereka ada kegiatan yang tidak melibatkan mereka. Teman anak saya, sebut saja Dina, minta ijin untuk main ke rumah. Saya mengijinkan karena saya pikir biasalah anak-anak main ke rumah. Ternyata Dina ini mengajaknya pacarnya serta ke rumah. Saya masih belum curiga. Mereka bertiga saya persilahkan untuk ngobrol di ruang tamu. Nah tanpa sengaja ketika saya melewati ruang tamu saya melihat adegan yang tidak biasa. Dina dan pacarnya duduk berdempetan dan saling berpegangan tangan sementara anak saya duduk di depan mereka. 

Saat itu dengan dada bergemuruh saya berpikir keras bagaimana cara menghentikannya. Saya memutuskan untuk bergabung bersama mereka. Saat itu juga saya bertanya apakah mereka berpacaran? Ketika mereka mengiyakan, segera saya minta si cowok duduk di kursi yang berbeda. Di sinilah saya memberi nasehat kepada mereka tentang pergaulan remaja. 

Saat itu saya tidak berpikir bahwa mereka bukan keluarga saya sehingga saya tidak peduli dengan apa yang mereka lakukan. Saya harus melindungi anak saya dari pornoaksi. Selebihnya sebagai orang dewasa saya bertanggungjawab secara moral untuk mengendalikan perilaku tersebut karena terjadi di rumah saya. 

Tindakan tersebut mungkin akan berlanjut dengan perbuatan lain atau berulang seandainya saya mengambil sikap tidak peduli. 

Menurut saya pembiaran yang dilakukan ketika pornografi dan pornoaksi terjadi sama saja dengan melegalkannya atau bahkan secara tidak sadar kita sudah membantu menyebarkannya. 

Melihat bahaya yang terjadi sebagai damapak keduanya, sudah selayaknya kita berpartisipasi aktif untuk mengendalikannya, semampu kita. Setidaknya di lingkungan terdekat kita. Mengutip pendapat bapak Ali Yafie yang mengatakan bahwa pornografi dan pornoaksi adalah kezaliman tanpa senjata. Dampaknya dapat melebihi kezaliman dengan senjata. Pornografi dan pornoaksi merusak jiwa, mental, akhlak bahkan iman seseorang. Apalah yang kita harapkan dari masyarakat yang rusak jiwanya? Rusak akalnya dan rusak imannya? 

Untuk itu marilah kita bersama-sama peduli dalam gerakan STOP PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI.

#ceritaramadhan
#lindungigenerasimuda




2 komentar:

  1. Mungkin solusinya gini mbak

    - memberikan lingkungan yang baik

    Atau

    - tidak memberikan hp

    Atau

    - memberikan hp tapi
    - hanya aplikasi yang aman yang ada di situ
    - hanya kita yang punya akses untuk menginstall aplikasi di situ
    - cek apa aja yang dipakai dengan hp itu

    Syariat sudah memberikan contoh upaya-upaya preventif yang bisa dilakukan. Seperti menundukkan pandangan. Sebaiknya ditanamkan pada anak-anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali. Terlebih sangat penting keteladanan dari kita para orangtua

      Hapus

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...