Minggu, 27 September 2020

warganet dan komentarnya

 Penulis mana yang tidak suka tulisannya dibaca orang. Saya rasa semua penulis seperti itu. Mengharap tulisannya dibaca orang lain dan mendapat respon positif. Maka menulislah ia, di ruang publik pula. Dengan menulis di sana, sesiapapun bisa membacanya. Ibarat makanan, ia disuguhkan untuk dinikmati semua orang. Artinya, karena siapapun bisa menikmatinya maka siapapun bebas mengemukakan pendapatnya. Apakah makanan itu enak, terlalu pedas, terlalu asin atau pahit. Bebas sebebasnya. Tak usahlah dihiraukan apakah yang menyuguhkan makanan itu tersinggung atau tidak. Di sini boleh saja komentar disampaikan lugas dari perspektif komentator tanpa melihat perspektif penulisnya. 

Pertengkaran di jagad maya terjadi lagi dan lagi. Masalahnya hanya satu, tidak sependapat dengan pendapat orang lain. Tidak peduli seberapa bagus tulisan itu, asal tidak sependapat yang dicaci. Mencacinya pun tidak hanya sekedarnya tetapi sampai berdarah-darah. Semua sumpah serapah keluar. Beramai-ramai pula. 

Bahkan ketika pendapat itu secara universal baik, di mata netijen tetap saja tidak baik. Masalahnya ya karena itu tadi, tidak sesuai dengan pendapat mereka. Titik. 

Kalau mau meluangkan waktu untuk membaca komentar-komentar yang ribuan jumlahnya, ketika ada tulisan yang dianggap kontroversi, maka bersiaplah aliran darah Anda melaju semakin cepat dan kepala Anda mendadak puyeng. Kata-kata dalam komentar itu sungguh luar biasa liarnya. Tak ada manis-manisnya. 

Kadang saya membaca tulisan yang menurus saja baik-baik saja. Lurus-lurus saja dan memang secara norma ya baik. Misalnya nih, ada seorang netijen yang mengeluhkan suara miniatur yang menderu-deru. Netijen ini merasa terganggu dan meminta kesadaran para penggemar miniatur menghormati hak warga masyarakat yang mempunyai gangguan kesehatan. Salahkah warganet ini? Menurut saya ya tidak. Bukankah setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati hidupnya? Bukankah kita memang harus saling toleransi agar sama-sama nyaman? 

Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Di grup itu warganet penggemar miniatur mengeroyok penulis dengan kata-kata di luar batas norma kesusilaan. Komentarnya ratusan bahkan ribuan.  Isinya merundung penulis yang menyampaikan keluhan. 

Dunia maya memang tak ubahnya sebagai rimba raya. Penduduknya ganas-ganas. Sekali lagi, tak ada manis-manisnya. Mereka tidak saling mengenal, sekalinya kenal berantem. Mungkin karena tidak saling kenal maka tidak ada urusan dengan mereka.

Sepertinya harus ada revolusi di sini. Revolusi terhadap diri sendiri. Jangan membaca komentar dan juga jangan berkomentar. Kalau ingin baca tulisan ya baca saja. Kalau bagus kasih jempol kalau dirasa kurang bagus ya sudah biarkan saja. Kalau nekat ingin mengomentari, lakukan riset dan buat tulisan serupa esay atau sejenisnya untuk mengungkapnya pikiran kita. Menulis komentar negatif serupa penanda tentang rendahnya nilai kita. Tak ada kompetensi yang memadai. Tidak bisa apa-apa selain berkata buruk yang tidak bermanfaat. 

Dengan kata lain, minggir saja. Tidak usah mencari keributan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Membuat Jurnal Mengajar Guru Secara Otomatis - Free Download File