Sabtu, 15 September 2018

Renungan Masa Kecil



Menyatakan jihad pada dua belas musuh Anda yang tidak terlihat yaitu: egois, arogansi, kesombongan, keegoisan, keserakahan, nafsu, intoleransi, kemarahan, berbohong, menipu, bergosip dan memfitnah. Jika Anda dapat menguasai dan menghancurkan mereka, maka Anda akan siap untuk melawan musuh yang Anda lihat. - Abu Hamid Al Ghazali


Dunia anak - anak adalah dunia sok sok an. Dunia ngibul,  sengibul-ngibulnya. Dunia ego se ego-egonya. Dunia konyol sekonyol-konyolnya. Masih ingat kan bagaimana kita di masa kanak-kanak. Ketika ngobrol dengan teman, yang sering terjadi adalah engkel-engkelan. Mau menang sendiri. Tidak mau ngalah. Ingin terlihat hebat.


Masih segar dalam ingatan saya, ketika saya masih anak-anak. Masih SD. Masih duduk di kelas lima atau kelas enam. Ada siswa baru di kelas saya. Namanya Ani. Ia datang dengan penampilan anak kota. Bersepatu dan berseragam kinclong. Ha...ha jadi ingat dulu siswa tidak harus pakai sepatu, karena lebih banyak yang tidak punya sepatu daripada yang punya.

Teman baru saya itu, sepatunya balet. Ada talinya dari belakang. Model baju seragamnya berbeda dengan seragam kami meskipun warnanya sama. Kalau kami memakai setelan rok dan blouse, dia memakai terusan yang modelnya setelan. Itu yang menyebabkan ia terlihat rapi sepanjang hari, meskipun aktifitasnya tinggi.

Yang membuatnya keren juga adalah buku-bukunya yang selalu bergambar artis-artis ibu kota. Ia bahkan bisa bercerita tentang kehidupan artis-artis itu. Dan itu membuatnya setiap hari dikerubuti teman-teman yang lain.

Yang saya rasakan saat itu adalah pedih. Saya merasa kalah pamor.  Saya merasa kehilangan teman. Atau sebetulnya pada waktu itu saya merasa iri kepadanya karena berhasil menarik perhatian.  Itu benar-benar membuat saya merasa kecewa. Satu hal yang mengobati kekecewaan saya adalah, nilai-nilai saya masih bertahan di peringkat atas. Selebihnya, saya merasa kalah.

Layaknya petarung yang terkalahkan, saya mulai membangun sekat. Saya mengambil posisi yang berlawanan dalam hal apapun. Salah satu diantaranya, saya menolak membeli buku tulis yang covernya wajah artis. Padahal sumpah mati  saya ingin memilikinya.

Saya bertahan tidak membeli buku bercover foto artis itu hanya karena saya tidak ingin terlihat menjadi pengikut  Ani. Saya tidak ingin terlihat lebih rendah dari dia. Gengsi dong. 

Ternyata tidak ada keuntungan sama sekali memelihara sifat itu di dalam hati. Semua orang berjalan di jalan mereka tanpa menghiraukan. Sementara kita tersakiti karena ulah kita sendiri.  Padahal tak ada yang lebih selain Dia, Allah Azza wa jalla.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...