Senin, 19 November 2018

Berkebun, Hemat dan Sehat


Bismillahirrohmanirrohiim,
Pagi ini, saya ingin mengajak pengunjung blog Catatan Ibu berkeliling di kebun belakang rumah.

Jadi, saya kan tinggal di desa. Rumah khas desa itu besar dan punya lahan kosong disekitarnya. Entah depan samping kiri, samping kanan atau belakang. 

Nah ... rumah saya punya kebun di belakang. Yuk lihat-lihat kebun belakang rumah kami.


Di sebelah kanan ruang keluarga ada lahan terbuka. Suami sengaja menjebol tembok untuk pintu agar ada akses ke luar. Di lahan ini suami membuat kolam azolla dan menanaminya beberapa tanaman perdu di sekitar kolam.




Kebun samping dilihat dari ruang keluarga

Itulah penampakan lahan terbuka di samping kanan rumah kalu dilihat dari ruang keluarga. Jadi ketika santai di ruang itu kami bisa melihat langsung keluar. Rasanya seperti menyatu dengan dunia luar. Kalau ingin melihat langit, cukup duduk atau rebahan dekat pintu sambil memandang ke atas. Puas puasin dah lihat awa berarak nun jauh di sana.

Yang ini, kolam azolla kami. Di ujung kolam ada pohon delima yang sedang lebat buahnya. Di sekitar kolam itu ada berbagai tanaman perdu. Ada mawar, puring, sawo dalam pot, buah tin, anggur pohon dan antah apa lagi. Dua pohon besar di tempat ini adalah rambutan dan langsep. Nah untuk rambutan sedang berbunga nih. Nanti alau sudah berbuah, silahkan main ke rumah. Makan sepuasnya. Asal mengmbil sendiri ya.



Agak ke belakang ada kolam ikan. Suami mengisinya dengan ikan nila dan ikan gurami.  Lumayanlah. Untuk ikan kami ak pernah membeli.



Di tengah kebun, suami membangun gazebo atau apalah namanya. Tempat untuk melepas lelah atau menerima pembeli yang datang di kebun kami. Tamu kami paling suka ngobrol di sini.



Suami juga membuat green hause sederhana. Biasanya digunakan untuk menanam tumbuhan yang membutuhkan perlakuan khusus. Yang sekarang ditanam adalah ciplukan. Di sebelahnya ada kolam azolla juga. Memang, ada beberapa kolam azolla di kebun kami. Maklumlah, petani azolla.


Pohon kelor juga ada. Sejak booming khasiat tanaman kelor, suami juga menanamnya. Lumayan juga, kalau ada yang membutuhkan, bisa membantu.

Di bagian lain masih ada kolam azolla. Di sekitarnya suami menanam padi dan juga jagung. Iya, padi itu yang ditanam di kaleng bekas cat.

Tugas kami memang menanam dan merawat. Adapun hasil itu urusan Allah. Kami sudah merasakan indahnya hidup di pedesaan. Leluasa menanam dan menikmati hasilnya. 

Hasil kebun kami, sebagian besar untuk kami konsumsi. Sayur mayur seperti kenikir, daun singkong, daun pepaya, bayam, sawi, terong dan beberapa tanaman lain ada di kebun kami. Beberapa jenis buah seperti pepaya, rambutan, buah naga, langsep, delima dan nangka juga ada. Sebagian kami nikmati. Sementara hobi suami membudidayakan tanaman tertentu diminati orang sehingga memberikan tambahan penghasilan.

Tidak semua yang kami inginkan ada di kebun kami. Seperti tempe, tahu, daging, kami harus membeli. Tahu untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan kami, cukuplah.

Kami petani. Kami memanfaatkan sedikit lahan yang ada di sekitar kami. Prinsipnya apa saja ditanam. Pasti ada manfaatnya. Kalau bukan untuk diri sendiri, inshaallah ada yang membutuhkan.

Mempunyai kebun sendiri itu menyenangkan. Makan sayur dan buah dari kebun sendiri, selain hemat, juga bisa dipastikan aman dan sehat. Sedapat mungkin kami menghindarkan tanaman kami dari pestisida juga zat zat kimia yang berbahaya. Dengan demikian kami mengendalikan apa yang masuk ke tubuh kami.

Menjadi petani itu menyenangkan. Tidak percaya? Cobalah. Dan Anda akan merasakan manfaatnya.

4 komentar:

  1. Masya Allah, keren banget rumahnya bu. Cita2 saya pengen bikin urban garden di atas tapi belum kesampaian dan gak yakin bakal telaten seperti suami ibu 😁. Semoga semakin berkah ya bu Endah 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Orang tani mbak. Nelateni yang ada meski hanya sedikit. Kalau pas main ke blitar silahkan mampir. Anak anak kecil seneng main di kebun kami. Biasanya mereka mancing ikan.

      Hapus

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...