Kamis, 01 November 2018

Ketika Orang Mengumpatmu

Jangka waktu antara sanjungan dan umpatan demikian tipisnya. Manusia bisa pagi memuja, lalu sorenya mendamprat dengan berbagai hujatan. (Sujiwo Tejo)
Bismillahirrohmanirrohiim,
Saya merenung. Hari ini saya menerima sesuatu yang menggelisahkan hati. Mengacaukan dan menghancurkan hati saya hingga  berkeping-keping.

Pagi-pagi teman saya bercerita. Katanya, ia mendengarkan teman saya yang lain mengatakan sesuatu yang miring tentang saya. Duh... kebayang kan, gimana rasanya dikatain di belakang. Padahal cuma masalah sepele. Itupun karena ia tidak tahu dan tidak mau tabayun lebih dulu.



Tapi, kata teman saya yang cerita itu, saya yakin kamu nggak begitu. Ini semacam pengakuan bahwa ia tidak percaya omongan teman yang ngatain saya itu.

Beberapa saat lamanya saya merenung. Hati saya  gelisah, aliran darah  menjadi lebih cepat, kulit wajah saya semakin menghangat dan itu berlangsung beberapa menit lamanya.

Ada desakan untuk menemui dan menjelaskan yang terjadi sebenarnya. Tapi saya berpikir dan mempertanyakan  kembali, untuk apa?

Faktanya, teman saya yang mendengarkan langsung umpatannya justru berpihak kepada saya. Bukan hanya dia, saya yakin orang lain yang "berpikir" pun akan memihak saya. Kalau sudah demikian, apa yang saya cari. Musuh? Untuk apa. Bukankah hal itu justru akan mengacaukan diri saya sendiri.

Dia ingin mengalahkan saya dengan cara itu. Dia ingin memancing kemarahan saya. Bukankah marah itu pekerjaan setan. Jadi dia ingin merendahkan derajat saya ke derajat yang serendah rendahnya, derajat makhluk yang dikutuk Allah. Astaghfirullohiladzim. Semoga Allah memelihara saya dari kehinaan semacam itu.

Jadi, stop galau. Stop marah. Abaikan. Abaikan. Fokus pada energi positif. Jangan masuk pada jebakan setan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...