Sabtu, 24 Agustus 2019

Waspada Bullying Pada Anak-Anak


Beberapa waktu yang lalu saya membaca postingan salah seorang netizen tentang bullying. Si netizen ini anaknya dibully oleh temannya. Tidak tanggung-tanggung. Anaknya diludahi mukanya oleh si pembully karena tidak mau menuliskan. Tentu saja sebagai ibu, netizen ini marah.

Membaca postingan ini mengingatkan saya pada kasus serupa sekian tahun yang lalu. Ketika anak saya menjadi korban bullying juga.




Saat itu, anak saya pulang dari bermain dengan muka murung. Dia mengatakan minta uang duaratus ribu. Permintaan itu disampaikan dengan diliputi rasa ketakutan. Saya merasa ada sesuatu dibalik permintaan itu. Maka sayapun mulai fokus pada permasalahan yang dihadapinya.

Diapun mulai bercerita. Katanya, dia mematahkan tempat kaset CD  pada CD player temannya, yang anak tetangga kami juga.
"Ok, kalau itu memang itu kesalahanmu, ibu akan ganti. Kita harus bertanggungjawab kalau merusakkan barang orang lain" kata saya berusaha menenangkan hatinya. Anak saya yang saat itu masih duduk di bangku SD mengangguk lega. Rasa takut mulai berangsur-angsur hilang dari wajahnya.

"Tapi, gimana sih ceritanya kok CD playernya bisa rusak?" tanya saya selanjutnya. Jujur saya merasa ada intimidasi di sini.

Kemudian anak saya pun bercerita. Dia bermain dengan teman-temannya. Ia membawa mainan terjun payung. Boneka yang dilengkapi dengan parasut yang bila di lempar ke atas, akan jatuh dengan payung mengembang. Nah mainan itu dipinjam oleh dua orang temannya untuk bermain. Saat bermain itulah salah satu dari mereka menginjak CD player dan mematahkannya. Yang menginjak itu temannya, anak si pemilik benda tersebut. Nah, anak saya harus mengganti karena pemilik mainan itu. Kata temannya, kalau anak saya tidak datang membawa mainan itu, tentu mereka tidak bermain dengan mainan itu. Kalau tidak bermain dengan mainan itu tentu tidak akan terjadi kecelakaan itu. Nah loh.

Batin saya marah campur geli. Di sini saya merasa dihadapkan pada masalah yang cukup pelik. Saya tidak bisa menganggapnya sebagai hal sepele, karena menurut saya akan berdampak pada karakter anak saya. Meskipun saat itu usianya masih sangat belia.

Setelah berpikir masak-masak saya katakan kepada anak saya, "Eh mengapa kamu yang harus mengganti, bukankah bukan kamu yang mematahkan"

"Nggak tahu. Katanya begitu" 

Sayapun mengajaknya menemui teman-temannya. Ada orangtua mereka juga. Saya tanyakan bagaimana ceritanya kok CD playernya patah. Temannya pun bercerita dengan cerita yang sama dengan cerita anak saya.

Kemudian saya bertanya, mengapa harus Ami yang mengganti padahal dia tidak mematahkannya. Anak-anak kecil itupun saling bersahutan menyampaikan argumennya, sementara anak saya diam saja.

Maka, didepan orangtua mereka itulah saya menjelaskan duduk permasalahannya. Saya mengajak anak-anak kecil itu meletakkan permasalahan pada porsinya dengan bahasa yang sederhana.

Alhamdulillah orangtuanya memahami. Mereka tidak mempermasalahkan barang yang rusak dan memaklumi ulah anak-anak.

Sebagai orangtua kita memang harus peka dengan apa yang dialami oleh anak-anak kita. Menjaga mereka dari potensi bullying. Tetapi kita juga harus bijaksana dalam menyikapinya.

Intinya kita harus memberi pelajaran kepada anak-anak untuk menghargai orang lain. Sama seperti kita, orang dewasa, dunia anak-anak juga banyak masalah. Tentu saja masalah di dunia mereka.

Mereka akan berusaha menyelesaikan masalah itu dengan cara mereka, dengan bahasa mereka dan dengan cara berpikir mereka. Pemikiran mereka hanya didasarkan pada apa yang terlintas di benak mereka, bukan melalui analisa yang mendalam. Dan itu bukan sebuah kesalahan. Kitalah yang harus mendampingi mereka untuk berproses menjadi dewasa.

#stopbullying
#bullyingpadaanakanak
#bullying


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...