Senin, 01 Juni 2020

Menyambut Normal Baru



Hari ini mendapat pencerahan tentang normal baru dari abah Dahlan Iskan. Sebetulnya istilah ini sudah agak lama mendengung. Berbagai artikel membahas tentang normal baru. Beberapa topik pembicaraan di berbagai acara tv juga memperbincangkan normal baru. Sedemikian seringnya membaca, mendengar istilah ini disebut, saya juga tertarik untuk memahaminya lebih baik.

Pemahaman tentang normal baru bahi saya adalah suatu kondisi dimana masyarakat mengikuti protokol kesehatan yang ketat dalam kegiatan sehari-hari. Diantara protokol kesehatan itu adalah 1). Mencuci tangan, 2) memakai masker dan 3) menjaga jarak. Jadi dalam pemahaman saya, kehidupan normal baru itu adalah setiap orang harus mempunyai kebiasaan untuk mencuci tangan setiap saat. Di manapun berada, di rumah atau di luar rumah. Hal ini tentunya setiap kita juga harus saling memfasilitasi diri sendiri dan orang lain untuk sarana cuci tangan ini. Urusan mencuci tangan ini tidak boleh diabaikan. Berlaku untuk siapapun dan berapapun umurnya. Anak-anak, dewasa dan orang tua harus disiplin untuk melakukannya.



Tetapi saya pesimis. Budaya manusia Indonesia yang kurang disiplin dan cenderung abai dengan masalah kebersihan, membuat saya memperyanyakan kepatuhan saya dan juga saudara-saudara saya sebangsa dan setanah air.

Urusan memakai masker juga demikian. Masalah yang saya hadapi dalam urusan memakai masker ini adalah, saya kurang terbiasa. Kalau memakai masker serasa tak bisa bernapas. Kalau saya memaksa, kacamata saya berasap. Udara yang keluar dari hidung saya naik ke kacamata membentuk embun dan itu mengganggu jarak pandang. Sementara melepas kacamata membuat saya nyaris tak bisa mengenali alam sekitar. Semua tampak remang-remang saja. Bagi orang lain yang tidak menggunakan kacamata mungkin tidak mengalami masalah seperti yang saya alami. Dengan adanya normal baru yang harus saya hadapi nanti, berarti saya harus membiasakan diri memakai masker, setiap hari bila keluar rumah.

Menjaga jarak aman setidaknya satu meter dengan orang lain. Protokol ini juga harus selalu diingat. Masyarakat kita yang cenderung ramah tamah dan keakraban dimaknai sebagai tanpa jarak. Kepedulian dimaknai sebagai tepukan punggung dan jabatan yangan yang erat serta cipika cipiki. Dalam era normal baru pemaknaan itu harus diubah. Perlu dipikirkan uangkapan kepedulian dalam bentuk lain, bukan jabatan tangan dan cipika cipiki. Mungkin cukup anggukan kepala, tebaran senyum dan lambaian tangan. Tidak usah baper bila teman atau kerabat agak menjauh dari kita. Bukan karena bau badan tetapi karena menjaga jarak aman.

Menurut Dahlan Iskan normal baru itu adalah abnormal yang dilakukan setiap hari. Kondisi yang keluar dari kebiasaan atau dengan kata lain mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru. Perlu dipikirkan bagaimana kebiasaan baru atau normal baru itu berlalu di sekolah, layanan publik, perkantoran dan tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan manusia.

Di sinilah perlu dibuat SOP normal baru. Misalnya kegiatan pembelajaran di sekolah. Apa yang harus dilakukan oleh siswa, orangtua (pengantar siswa), guru dan elemen lain di sekolah. Babaimana pengaturan tempat duduk siswa dan guru, kewajiban menggunakan masker bagi siswa dan guru (termasuk antisipasi bila siswa atau guru tidak membawanya). SOP ini tentu menyesuaikan dengan jenjang pendidikan karena karakteristik setiap jenjang pendidikan tidak sama.

Demikian juga untuk kegiatan dan tempat pusat kegiatan yang lain. Di pasar ada SOP bagi pengelola pasar, penjual dan pembeli. Di tempat layanan publik dan perkantoran ada SOP bagi pengelola, pelayan publik dan pengguna layanan publik.
Saya yakin semua sudah dipersiapkan dengan baik. Permasalahannya, apakah kita semua akan patuh dengan SOP yang sudah dibuat itu? Sejujurnya saya agak ragu untuk menjawab pertanyaan di atas. Saya merasakan, urusan disiplin ini adalah sesuatu yang sangat berat. Dimana-mana saya menyaksikan kondisi yang jauh dari kata disiplin. Antri bayar di kasir, antri kunjungan dokter dan antri beli tiket saja sering terjadi penyerobotan. Buang sampah juga masih sembarangan meskipun tempat sampah sudah disediakan. Seolah-olah disiplin hanya berhenti aebagai materi pelajaran di sekolah bukan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari.

Tetapi menjalankan normal baru itu bukan pilihan. Kita tidak diminta untuk memilih melakukan atau tidak melakukan. Kehidupan normal baru ini suatu keharusan. Suka atau tidak suka. Mau atau tidak mau, setiap orang akan memasuki kondisi normal baru. Itu sebabnya, setiap orang harus melatih dan mendisiplinkan diri untuk menjalani hidup dengan normal baru.
"Sudah saatnya menerapkan ilmu disiplin yang pernah diajarkan di sekolah. Selamat datang normal baru untuk hari depan lebih baik"

Bismillah

Blitar, 1 Juni 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...