Selasa, 26 Februari 2019

Cerita Tentang Bantuan PKH


Bismillahirrohmanirrohiim,
Masih terngiang-ngiang di benak saya kejadian kemarin. Seorang perempuan yang sudah tidak muda lagi, seorang janda, berteriak-teriak menyuarakan ketidakadilan. Suaranya yang keras seperti halilintar, bahsanya yang campuraduk antara bahasa Indonesia dan bahasa Jawa yang kasar serta diselingi kata-kata kotor. 

Saya bertemu dengannya secara tidak sengaja di rumah saudara. Dia langsung nimbrung kami begitu saja sambil meracau. 

Dia, sebut saja namanya Bu Kamti, menggugat tentang bantuan yang mengucur deras tapi tidak menyentuhnya. Di sinilah dia merasa diperlakukan tidak adil. Ia menuding beberapa orang yang seharusnya tidak mendapat bantuan karena secara finansial sudah berkecukupan, sementara dia dan beberapa orang yang tergolong tidak mampu justru tidak mendapatkan. Ketika hal itu ditanyakan kepada perangkat desa, dia mendapatkan jawaban bahwa perangkat desa tidak tahu menahu daftar penerima bantuan. Baginya, ini aneh sekali. Bagaimana mungkin orang pusat tahu data masyarakat kalau tidak mendapatkan masukan dari bawah? 

Saya menyimak pembicaraan yang berubah memanas. Oh ternyata seperti ini fakta di lapangan. Bantuan tidak tepat sasaran. Ada yang seharusnya mendapat bantuan tetapi tidak mendapatkannya sementara yang seharusnya tidak mendapat bantuan justru mendapatkannya. Tentu saja hal ini menimbulkan gejolah di bawah. 

Anehnya, daftar penerima bantuan itu prosesnya bagaimana? Tidak adakah verifikasi data sebelum daftar itu "jadi". Tidak adakah koreksi meskipun daftar sudah jadi? Siapakah yang menjalankan fungsi kontrol dalam penerimaan bantuan. Kemana harus mengklarifikasi data yang tidak tepat sasaran ini? 

Ha...ha... sayapun penasaran. Dengan kata kunci "bantuan PKH dinas sosial" saya berselancar. Yah namanya berselancar ya sampai ke mana-mana. Saya baca dengan cermat, saya cek komentar-komentarnya. Eh teryata banyak juga yang berkeluh kesah seperti itu. Jadi mungkin benar ya kalau bantuan yang turun tidak tepat sasaran. 

Tampaknya masih banyak yang harus dikaji. Semua bantuan yang dikucurkan pemerintah tujuannya baik. Semua untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi ketika hal itu menimbulkan gejolak, maka yang terjadi kemudian adalah keresahan dan berakhir dengan ketidaknyamanan. 

Alih-alih memperbaiki kesejahteraan, yang terjadi justru membuka peluang terjadinya konflik sosial. Salahkah bantuannya? Salahkah yang memberi bantuan? Tentu tidak. Yang harus diperbaiki adalah sistimnya. Perlu dipikirkan suatu sistim yang meminimalisir berbagai kecurangan mulai dari hilir sampai ke muara. Mulai dari pendataan sampai pada terealisasinya bantuan. Juga sistim kontrolnya. 

Karena bisa dibayangkan ya bila di desa, mereka bertetangga, ke sawah bersama-sama, membuka bekal saat bekerja di sawah juga bersama-sama, minum air putih di botol yang sama eh yang satu terima bantuan yang lain tidak. Yang satu bersukacita yang satunya hanya bisa memandang dalam kepedihan. Situasi menjadi sangat tidak nyaman, timbul saling prasangka. 

Maka, sangatlah penting untuk memperbaiki sistim ini. Agar tujuan yang baik juga berimbas kebaikan. Harapan ini kami gantung tinggi-tinggi semoga segera terlihat oleh yang berwenang memperbaikinya. 










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...