Selasa, 03 Januari 2023

Hai, Apa Kabarmu Nak?

"Yang dibutuhkan anak-anak adalah pengalaman. Semakin banyak pengalaman semakin banyak dia mengenal dunia" Kata-kata psikolog itu masih terngiang jelas ditelinga. Masih banyak lagi sebetulnya yang dikatakan psikolog muda siang itu. Tapi intinya ya itu tadi. Bagi anak-anak, pengalaman adalah kebutuhan jiwanya untuk bertumbuh dengan baik. Kalau makanan itu kebutuhan nutrisi yang akan membuat fisiknya bertumbuh dengan baik, maka pengalaman adalah kebutuhan jiwanya untuk bertumbuh dengan baik juga. Tumbuh raganya dan tumbuh jiwanya. 

Begitulah, memberikan pengalaman kepada anak-anak tak boleh dipandang sebelah mata. Di mata kita mungkin terlihat remeh, tapi tidak bagi anak-anak. Melempar dan menangkap bola misalnya. Anak-anak tidak serta merta bisa melempar atau menangkap bola. Awalnya gerakan menangkap tidak selaras dengan bola yang datang. Sehingga bolanya jatuh sebelum tangan kecil itu menangkapnya. Dibutuhkan pengalaman berulang-ulang dan ukuran bola yang berbeda agar tangan mungil itu terampil menangkap bola. Demikian juga dalam hal melempar. Awalnya mereka akan melempar ke sembarang arah. Yang menangkap di depan dia melemparnya ke atas atau bahkan ke belakang. Latihan berulang dan terus berulang lah yang membuatnya terampil. 

Melempar dan menangkap bola lebih pada latihan fisik anak. Bagaimana dengan latihan jiwanya. Anak-anak masih belum memahami dirinya. Belum tahu apa itu kecewa, bahagia atau gelisah. Menangis dan tertawa adalah cara mereka berkomunikasi dengan lingkungannya. Dengan menangis orang dewasa di sekitarnya menjadi tahu bahwa si anak tidak sedang baik-baik saja perasaannya. Mungkin ada sesuatu yang mengganggu fisiknya atau membuatnya merasa tidak nyaman. 

Itu sebabnya mengasuh anak harus fokus. Dengan fokus kita tahu apa yang dibutuhkan oleh mereka. Memperhatikan mereka, mempelajari apa yang mereka inginkan. Mempelajari apa yang membuatnya tidak nyaman. Anak-anak kadang harus merasakan kecewa dan belajar mengungkapkan kekecewaan dengan emosinya yang benar.  Agar apa coba? Agar dia dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan orang lain, dengan kekuatan lain, dengan kekonyolan yang tidak pernah ia duga dan dengan alam. 

Perlahan tapi pasti, anak-anak akan keluar dari zona nya untuk menemukan zona baru. Pada saat itu dia harus menghadapi benturan atau gesekan yang berpotensi menghadapkannya pada konflik. Dia harus mengambil keputusan yang tepat apakah akan bertahan atau menyerah. Olah rasa dan olahraga hati ini juga membutuhkan ketrampilan. 

Anak-anak yang bertumbuh akan membawa pengalamannya sampai dia dewasa dan menua. Pengalaman baik pun pengalaman buruk. Keduanya akan menggores dan membekas pada ingatannya. Bukan hanya itu, pengalaman akan menjadi fondasi dalam mengambil keputusan, menentukan sikap dan menjalani kehidupannya kelak. Semuanya akan berlangsung secara alami dan privat. 

Itulah mengapa kita mendapati setiap orang itu unik. Tidak ada dua manusia yang sama persis. Raganya mungkin bisa sama, misalnya pada orang yang kembar identik. Tapi karakter keduanya pasti tidak sama persis. Karena karakter ini terbentuk dari ragam pengalaman yang dialaminya. 

Anak-anak menjadi tempat belajar bagi orang-orang dewasa di sekitarnya. Oh ya? Bukan kebalikannya ya? Anak yang belajar dari orang dewasa di sekitarnya? 

Anak belajar dari orang dewasa iya. Orang dewasa belajar dari anak, iya juga. 

Banyak hal yang bisa dipelajari dari dunia anak-anak, kalau kita mau. Mereka ibarat barang yang masih fresh. Kalau ingin tahu produk asli manusia lihat dan amatilah mereka. Kita dulu juga pernah menjadi seperti mereka. Pengalaman dari lingkungan sekitar lah yang membentuk kita seperti hari ini. 

Coba kita merenung dan bertanya pada diri sendiri, apakah kita produk yang gagal atau produk yang berhasil? 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...