Selasa, 15 April 2025

Unjung-Unjung

Lebaran sudah berakhir. Perantau yang datang ke kampung hallaman sudah kembali ke tempat mereka bekerja. Anak-anak sudah kembali ke sekolah. Rutinitas kembali berjalan normal. Warung pecel yang sempat off selama ramadhan sudah kembali buka dan ramai dengan pengunjung yang ingin menikmati nikmatnya sego pecel sebagai sarapan mereka. Tadarus quran yang selama ramadlan ditarget satu hari satu juz kembali normal, sehari 1 lembar, itupun kalau tidak lupa. Singkat kata, semua kembali ke setelan awal. 

Ramadlan dengan segala hiruk pikuknya ditambah awal bulan Syawal yang dirayakan sebagai kemenangan setelah berhasil mengalahkan hawa nafsu sudah ditinggalkan. Bagi umat Islam ramadlan adalah jeda untuk mengisi energi. Pembelajaran dan kebiasaan baik selama ramadlan diharapkan dapat bertahan setelahnya. 

Bagi kita semua, lebaran selalu punya cerita. Dalam postingan ini penulis akan mengulas tentang tradisi unik di hari raya. Namanya unjung-ujung atau silaturahmi ke rumah sanak kerabat di hari raya. Kegiatan ini namanya mungkin berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Di beberapa di daerah jawa timur dikenal istilah unjung-unjung. Istilah ini berasal dari kata mengunjungi. Mengunjungi sanak kerabat pada hari raya bertujuan untuk bersilaturahim. Unjung-unjung dilakukan pada hari pertama lebaran sampai beberapa hari setelahnya. Hari raya pertama biasanya anak berkunjung ke rumah orang tua untuk sungkem memohon ampun atas kesalahan yang sudah dilakukan. Tidak hanya anak kandung, keponakan juga bersilaturahim ke rumah bude-pakde atau bulik-paklik terutama bisa sudah tidak punya orang tua. Adik ke rumah kakak. 

Lebaran hari pertama, setelah sepulang shalat ied, biasanya akan dilaksanakan kenduri di surau atau mushalla. Nasi gurih dengan lodho ayam menjadi makanan favorit. Tentu saja ditemani oleh jenis makanan lain seperti sambel goreng, mie, urap dan telur bumbu rujak. Selepas kenduri mereka melanjutkan dengan bermaaf-maafan dengan keluarga inti. Dilanjutkan dengan unjung-unjung ke tetangga sekitar, bermaaf-maafan. Itu tujuan utamanya. Namanya manusia, dalam berinteraksi tentu ada kesalahpahaman yang mengakibatkan konflik diantara mereka. Pada saat lebaran inilah kesempatan untuk minta maaf dan memaafkan. 

Tuan rumah menyiapkan jajanan ringan untuk disantap para tamu. Anak-anak kecil akan mendapatkan uang saku dari para orang tua. Bagi orangtua, itulah uangkapan kasih sayang. Bagi anak-anak inilah keberkahan. Karena sudah menjadi kebiasaan setiap tahun, anak-anak sudah mengharapkan dan akan protes bila tidak mendapatkannya. Itulah budaya, bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Ada yang melihatkan sebagai budaya kurang bagus karena membuat mental "mengharap pemberian orang" Tetapi ada juga yang memandang dari sudut pandang husnudzon. Dalihnya, mempererat tali silaturahmi, mengungkapkan rasa cinta eyang kepada cucunya. 

Konon, acara silaturahim, halal bil halal, hanya ada di Indonesia. Deng. Kata lain budaya ini berkembang menjadi model yang sekarang ini terbentuk karena karakter orang Indonesia. Menjaga silaturahim dengan  orangtua itu wajib hukumnya. Dengan berkunjung, kerinduan orangtua akan terobati. Itulah sebabnya, orang melakukan apa saja, mengabaikan kesulitan dan hambatan agar bisa mudik. 

Berkunjung ke rumah saudara atau sanak famili untuk menjalin silaturahim itu baik dan sangat dianjurkan. Tetapi ada hal yang harus kita perhatikan saat unjung-unjung. Salah seorang rekan bercerita bahwa mereka merasa sedikit terganggu karena sang tamu terlalu betah berkunjung ke rumahnya. 

"Seneng-seneng aja sih dikunjungi. Tapi masalahnya kami perlu berkunjung ke kerabat yang lain juga" keluh si teman ini tadi. 

Unjung-unjung ternyata problematik juga ya. Tetapi memang sebaiknya kita sebagai tamu harus bisa menempatkan diri. Karena bagaimanapun menerima tamu dalam jumlah banyak (biasanya unjung-unjung ini dilakukan oleh satu keluarga) itu juga merepotkan. Kita kan harus menghormati tamu. Nah untuk menghormati tamu ini butuh pengorbanan waktu, tenaga dan finansial. Jadi sebagai tamu kita juga harus tahu situasi si tuan rumah. 

Maka, unjung-unjung bukan hanya soal bersalaman dan membawa serta anak-anak ke rumah sanak famili. Ia adalah cermin budaya, juga ujian empati. Sebagai tamu, kita belajar menghargai waktu dan tenaga tuan rumah. Sebagai tuan rumah, kita berlatih menerima dengan lapang dada. Di antara kue kering yang mulai melempem dan gelas sirup yang terus diisi ulang, semoga silaturahmi tetap hangat, tidak sekadar ritual tahunan. Karena yang lebih penting dari sekadar datang adalah membawa pulang rasa: rasa diterima, rasa dihargai, dan rasa kembali menjadi bagian dari keluarga besar yang kadang hanya berkumpul setahun sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paling sering dilihat

Undangan dari Langit

Dua puluh empat tahun yang lalu Suara riuh rendah para pengantar calon jemaah haji memenuhi halaman rumah limas kami. Hari ini, ayah mertuak...