Rabu, 18 Juni 2025

Undangan dari Langit


Dua puluh empat tahun yang lalu

Suara riuh rendah para pengantar calon jemaah haji memenuhi halaman rumah limas kami. Hari ini, ayah mertuaku bersama kakak iparku akan diantar ke pendopo kabupaten. Alhamdulillah, beliau berdua ditakdirkan Allah berangkat haji tahun ini. Kami, anak cucu, dengan penuh suka cita dan haru mengantar mereka. Semoga perjalanan lancar, sehat lahir batin, sehingga terutama ayah mertua dapat menjalankan semua rukun dan sunah haji.

"Makde adalah keturutan Mbah Hamid yang menjadi pendahulu menuju Baitullah. Setelah ini semoga menular ke keturunan Mbah Hamid yang lain," kata Saiful, sepupu suamiku, dengan suara lantang yang segera disambut suara “Aamiin” dari orang-orang yang mendengarnya.

Saat itu kami sedang bersiap-siap di halaman. Beberapa mobil sudah disiapkan untuk mengantar mertua dan kakak ipar. Aku dan Azizah akan masuk ke salah satu mobil carteran yang berada tak jauh dari tempat Saiful berdiri.

"Setelah ini Kang Amir sekalian, kemudian Kang Sanusi sekalian, selanjutnya Kang Hasan sekalian," lanjut Saiful, yang lagi-lagi disambut dengan gema “Aamiin.”

Hatiku rinai. Basah oleh perasaan yang entah seperti apa. Nama-nama yang disebutkan Saiful itu adalah saudara kandung suamiku. Amir adalah anak ketiga mertuaku, seorang guru PNS yang sekarang berdomisili di Lawang. Sanusi adalah menantu dari anak kelima, juga seorang guru PNS, tinggal di Madiun. Hasan adalah menantu dari anak keenam, juga guru PNS, dan tinggal di Kediri. Mereka adalah saudara-saudara suamiku yang kehidupannya sudah mapan.

Aku mendesah. Di antara tujuh bersaudara, suamiku memang kurang beruntung secara finansial. Ia hanya sopir carteran yang di-PHK. Hidup kami timbul tenggelam. Saat ini suamiku membuka toko kelontong kecil dan aku hanya seorang guru honorer yang gajinya tak cukup untuk kebutuhan sebulan. Kondisi kami memang jauh berbeda dengan saudara-saudara suamiku yang lain.
Keberadaan kami seperti lap kotor yang sering tak dianggap. Disisihkan di tempat tersembunyi karena mengganggu pemandangan. (Semoga itu hanya perasaanku saja).

Di tengah hiruk-pikuk itu, aku tenggelam dalam perasaan yang perih.Ya Allah, Engkau Maha Kaya. Engkau pemilik dunia seisinya. Engkau mengundang siapa pun yang Engkau kehendaki untuk bersujud di rumah-Mu yang agung. "Aku juga ingin ya Allah, ingin, ingin..." rintihku sambil menggigit bibir. Hatiku seketika basah. Suara tawa di sekitar seperti jarum yang menusuk-nusuk hatiku hingga berdarah dan menyisakan rasa perih. Kupeluk Azizah. Kuciumi wajahnya dengan brutal—menyembunyikan kepedihan yang menyayat ini.
@@@

13 April 2024

Aku melakukan shalat Dhuha di pelataran Ka'bah dengan sujud yang panjang. Setelah bangun dari sujud dan menatap bangunan Ka'bah, penuh haru, air mata tak terbendung. Rasa bahagiaku membuncah melahirkan tangis yang riuh.

Puji syukur ke hadirat-Mu ya Allah, Engkau takdirkan aku berada di sini, di tempat yang dirindukan oleh semua umat Muslim. Sungguh, karunia-Mu begitu besar. Kau ijinkan aku menjadi bagian dari jutaan umat-Mu untuk mengunjungi rumah-Mu yang agung, seperti yang dilakukan oleh ayah mertuaku puluhan tahun yang lalu.

Ini adalah perjalanan terpanjangku—menempuh ribuan mil untuk sampai di dua kota suci: Madinah Al-Munawwarah dan Makkah Al-Mukarramah. Bukan haji, tetapi umrah. 

Allah berkenan mengundang kami semata-mata karena kemurahan-Nya.
Seketika Dia mengusikku dengan niat yang menggebu, memudahkan kami untuk menyelesaikan pembayaran biaya umrah dengan cara yang tak bisa dihitung secara matematika, merangkai kejadian-kejadian indah hingga hari itu tiba. Allah mengumpulkan kami bersama orang-orang baik dan menempatkan kami di tempat yang baik.

Tak pernah aku sangka, harapan yang pernah kutanam dalam perih dan sunyi itu kini bersemi indah di pelataran Ka'bah. Allah tak pernah menutup telinga-Nya atas rintihan hamba. Ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk menjawab doa. 

Dan hari itu, 13 April 2024, menjadi bukti bahwa tak ada yang mustahil jika Allah berkehendak.
Kini aku percaya, doa yang diselipkan dalam derai air mata dan keyakinan yang disematkan dalam luka, kelak akan menemukan jalannya—menuju pelukan langit.

Selasa, 10 Juni 2025

Menjadi Indonesia: Belajar dari Suara dan Cerita


Banyak cara untuk belajar.
Banyak pula sumber belajar di sekitar kita yang bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan kualitas diri, menambah pengetahuan, dan mengasah keterampilan. Dahulu, belajar identik dengan membaca—itulah sebabnya muncul istilah "kutu buku", sebutan bagi orang-orang yang gemar membaca.

Hingga kini, aktivitas membaca masih menjadi metode penting bagi siapa saja yang sedang menuntut ilmu, baik melalui buku fisik maupun e-book. Namun, membaca bukanlah satu-satunya cara untuk belajar.

Berdiskusi juga merupakan cara yang efektif. Bila membaca memberi kita informasi satu arah, maka dalam diskusi, kita menantang diri untuk mengonfirmasi pemahaman kita kepada orang lain. Dengan proses ini, secara tidak langsung, kita menguji apakah pemahaman kita sudah tepat atau masih perlu diluruskan.

Cara lain adalah menyimak percakapan orang lain.
Mendengarkan orang lain berbicara—meski tanpa keterlibatan langsung—bisa membuka wawasan baru. Menyimak podcast, misalnya, sering kali memperkaya perspektif kita dan bahkan meluruskan informasi yang keliru.

Baru-baru ini saya menyimak sebuah podcast yang menarik. Podcast ini merupakan program NU Online dengan tema besar “Menjadi Indonesia.” Dalam salah satu episodenya, dihadirkan seorang tokoh sejarah: JJ Rizal. Judul podcast tersebut cukup mencuri perhatian: “Kegagalan Pemuda Memungut Negara.” Durasinya hampir satu setengah jam. Anda bisa menyimaknya di Sini

Podcast ini adalah sumber belajar yang sangat menarik. Alih-alih membaca buku sejarah, kita justru memperoleh pengetahuan dari seorang ahli sejarah yang menyampaikannya dengan gaya santai dan jenaka—mudah dicerna dan menyenangkan. JJ Rizal memilih jurusan sejarah dengan penuh kesadaran dan berkomitmen penuh menjalani jalan itu.

Hal ini membuat saya tertarik. Sejak dulu, saya menganggap pelajaran sejarah membosankan—penuh hafalan tahun dan peristiwa yang menumpuk. Saya bahkan sempat frustrasi. Sejarah, bagi saya saat itu, tidak memiliki seni. Saya lebih menyukai matematika atau kimia, yang kaya simbol dan penuh tantangan. Mengerjakan soal-soal rumit terasa seperti bermain game yang mengasah logika.

Namun, podcast ini mengubah pandangan saya. Ternyata, sejarah bisa sangat keren. Mendengar kisah JJ Rizal seperti mendengar dongeng menjelang tidur dari nenek saat saya kecil—bedanya, ini cerita nyata. Saya pun menyimak dengan seksama, mengikuti alur ceritanya, agar memperoleh pemahaman utuh. Karena ini format video, saya bisa memutar ulang bagian-bagian tertentu sesuka hati.

Bagi guru sejarah, podcast seperti ini bisa menjadi media pembelajaran alternatif yang menarik. Bahkan, bukan hanya untuk guru sejarah—semua guru bisa memanfaatkan podcast sebagai media belajar yang efektif.

Isi podcast ini memungut kembali informasi-informasi yang sempat terlewat oleh saya.

Topiknya membahas perjalanan bangsa kita sejak akhir Orde Baru hingga masa Reformasi. Saat itu, saya berusia hampir 30 tahun. Masih muda—dibanding sekarang, tentu saja. Saya tinggal di desa dan mendapatkan informasi hanya dari TV nasional dan swasta—media yang kadang informasinya perlu dipertanyakan kebenarannya.

JJ Rizal menyampaikan kisah dari sudut pandangnya sebagai pelaku sejarah. Ia ikut terjun ke jalan, membacakan sajak sebagai pembuka ritual demonstrasi. Dari cerita-cerita itu, saya menyimpulkan bahwa suasana saat itu cukup mengerikan.

Mendengarkan podcast ini membuka cakrawala baru bagi saya. Sejarah yang dulu terasa membosankan, ternyata bisa hidup dan bermakna bila disampaikan dengan jujur, jenaka, dan penuh semangat. 

Dari cerita JJ Rizal saya belajar, bahwa memahami sejarah bukan sekadar menghafal tanggal dan peristiwa. Belajar sejarah menjadi harga mati kalau kita ingin kembali ke rumah besar kita, Indonesia. 

Semoga semakin banyak ruang belajar seperti ini—yang membumi, mencerahkan, dan menyentuh nurani.



Membaca Quran mudah di Aplikasi NU Online

Membaca Al Quran bagi umat Islam adalah amalan favorite. Merupakan bagian dari ibadah yang dianjurkan. Namanya membaca tentu ada media yang dibaca atau sering kita sebut mushaf. Dulu membaca Al Quran dilakukan ditempat-tempat khusus dan diwaktu-waktu khusus. Semua karena terbatas dengan alat atau media yang digunakan. Tetapi di era digital ini, umat islam dimudahkan dengan al Quran digital. Membaca Al Quran menjadi lebih mudah. Tidak perlu repot-repot membawa mushaf. Selain itu juga dapat dilakukan dimanapun kita berada. 

Salah satu aplikasi yang memberikan fasilitas baca quran digital adalah Nu Online. Fitur Al Quran berada di halaman depan dan ditempatkan paling awal. 

Begitu klik, akan muncul  halaman depan nu online. Update lokasi dan waktu sholat akan muncul di layar HP Anda.  Anda akan segera mengetahui waktu sholat terdekat sehingga Anda bisa melaksanakannya di awal waktu. Di bawahnya ada menu utama. Paling awal adalah Al Quran. Mari kita kulik menu ini. 

Tampilan halaman menu ini seperti gambar di samping. Paling atas ada icon bookmark, pengaturan dan mesin pencari. Mari kita bahas satu persatu. 

Icon bookmark atau penanda buku. Terlihat ada gambar penanda buku di sana. Ketika Anda klik maka akan tampil halaman seperti ini. 


Tampak ayat tersimpan. Ini artinya pengguna aplikasi ini menandai surah yang dibaca. Bisa jadi pengguna membaca satu surah tetapi belum menuntaskannya karena satu urusan. 
Misalnya begini, Ibu Aini selalu membaca surah kahfi setiap hari Jumat. Karena kesibukan hari itu bu Aini tidak bisa menuntaskan bacaannya dan terhenti di ayat ke 60. Bu Aini akan menuntaskan kembali bila kesibukannya telah usai. Maka bu Aini menandai ayat yang dibaca dan menyimpannya di bookmark agar mudah dicari. 

Icon berikutnya adalah gambar gerigi yang kita kenal sebagai icon pengaturan. Bila klik icon ini maka akan muncul menu pengaturan untuk menyesuaikan kebutuhan. Halamannya akan tampil seperti gambar berikut. 
Terlihat ada pengaturan Quran tajwid. Bila button di akktifkan maka akan tampil ayat berwarna yang setiap warna menunjukkan bacaan tajwidnya. Panduan Tajwid bisa di lihat dengan cara mengeklik anak panah di sebelah kanan tulisan "panduan tajwid"

Tampilan warna warni itu seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. 
Warna hijau adalah bacaan ikhfa, warna merah adalah bacaan idgham bilaghunnah dan seterusnya. Semua bisa dilihat di panduan tajwid. Bagaimana bila pengguna ragu dan ingin memastikan bacaannya? Pengguna bisa klik gambar audio dan mendengarkan bacaan yang benar. 

Pengaturan lain tentang tampilan. Pengguna bisa mengatur tampilan utama apakah ingin ditampilkan per halaman atau per ayat, apakah ingin ditampilkan mode surah atau mode juz. Untuk ayat yang terakhir dibaca apakah diatur secara otomatis ataukah diatur secara manual. Pengguna bisa melakukan pengaturan sesuai keinginan. 

Di halaman utama Al Quran selain mode surah dan mode Juz ada juga menu riwayat. Bila di klik menu riwayat, maka akan muncul riwayat bacaan pengguna. Ada bacaan terakhir, ada riwayat bacaan dan ada populer dimana tertera surah-surah pilihan pengguna. Bila Anda mempunyai kebiasaan membaca surah Al Mulk, Anda dapat langsung klik surat tersebut untuk membacanya. 

Itulah kemudahan yang kita peroleh bila kita menggunakan aplikasi ini. 

Apakah Anda mempunyai pengalaman seru saat menggunakan aplikasi ini? Saya mengundang Anda untuk berbagi di kolom komentar.


Paling sering dilihat

Undangan dari Langit

Dua puluh empat tahun yang lalu Suara riuh rendah para pengantar calon jemaah haji memenuhi halaman rumah limas kami. Hari ini, ayah mertuak...