Jumat, 12 Oktober 2018

Ibu




Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi ibu.

(Dian Sastrowardoyo)


Bismillahirrohmanirrohim, 
Tiba-tiba saja saya ingin ngomongin ibu. Begitu saya menulisnya, melafalkan dan mengingatnya, bayangan tentang ibu muncul seketika. 

Perempuan gendut, bersuara lantang,  wajah bulat, rambut tipis dan alis kirinya berwarna putih. Itulah ibu. Beliau, selalu berpakaian putih-putih dan selalu menuntut semuanya serba bersih. Selain itu, yang paling kuingat dari ibu adalah: cekatan. Semua pekerjaan dilakukan dalam waktu singkat, termasuk makan. Dulu kalau saya lelet ibu selalu berkata, "Ayo! Cepat makannya. Pasiennya keburu mati!. Hah mentang-mentang perawat, semua orang harus berlaku seperti perawat. 


Begitulah ibu. Saya, ternyata sangat menyayanginya. Kesadaran itu saya rasakan setelah beliau meninggal, saat usia saya masih belasan tahun. Rasa kehilangan yang teramat sangat membuat semua kenangan tentangnya seperti rekaman film ori, yang terpatri begitu kuat dalam benak saya. 

Saya tidak tahu apa-apa tentang alam bawah sadar. Katanya, alam bawah sadar itu menyimpan memori dalam jangka panjang. Kalau benar, mungkin inilah yang terjadi. Dulu saya tidak ngeh dan bahkan merasa aneh dengan semua yang dikatakan dan dilakukan ibu pada saya. 

Misalnya, ibu selalu mengatakan kepada kami, anak-anaknya, kalian harus tetap sekolah. Harus sekolah. Apapun yang terjadi harus sekolah. Kata-kata itu selalu diulang-ulang seakan ibu takut kami akan putus sekolah. Bagi saya saat itu ya aneh. La wong saya ini setiap hari ya sekolah, tidak pernah bolos kok selalu diuneni begitu. 

Ternyata, setelah ibu meninggal, saya merasa dunia terbalik seratus delapan puluh derajat. Ayah saya kesulitan membiayai sekolah kami. Setiap kali bayar uang semester, selalu kelabakan cari pinjaman. Saat itulah kalimat ibu terngiang-ngiang kembali. Harus sekolah. Apapun yang terjadi harus sekolah. 

Sekarang, setelah saya dewasa, tua dan menjadi ibu juga,  banyak kata-kata ibu yang nyelonong begitu saja di benak saya. Menggeliat, menguat menopang saya agar menjadi lebih kuat. Empatpuluh empat tahu beliau meninggalkan saya, tetapi rasanya sampai detik ini beliau tetap hidup di dalam hati saya. 

Ibu memberitahukan banyak hal melalui banyak cara. Ketika masih anak-anak dan belum bisa membaca, ibu sering membacakan cerita untuk kami. Yang paling sering adalah cerita wayang. Ibu hafal tokoh-tokoh pewayangan seperti pandawa lima. Namanya dan juga karakternya. Saya dan kakak saya akan anteng di sebelah kiri dan kanan ibu untuk mendengarkan cerita beliau. Sepertinya, itulah yang membuat saya pengen segera bisa membaca dan selanjutnya hobi membaca. 

Ibu sering membawa pulang majalah Jayabaya. Majalah berbahasa Jawa kala itu. Di dalamnya ada rubrik untuk anak-anak dan remaja. Kata ibu, majalah itu pinjam dari temannya, jadi tidak boleh lama menginap di rumah kami. Demi untuk bisa membaca majalah itu, saya bangun tengah malam. Suatu malam, ketika terbangun, ibu mendapati saya sedang membaca majalah Jayabaya. Ibu kaget. Sempat ngomel-ngomel menyuruh saya tidur agar tidak bangun kesiangan. Tapi sejak saat itu, ibu berlangganan majalah Jayabaya untuk kami. 

Ibu tahu betul kalau saya suka membaca. Setiap kali dinas luar, ibu selalu membelikan saya majalah bekas. Yah, biarpun majalah bekas, tapi seneng luar biasa. Ha... ha... jadi tahu kehidupan artis. 

Bercerita tentang ibu tak ada habisnya. Saya sering menceritakan tentang beliau kepada anak-anak. Saking seringnya, anak-anak seperti mengenal eyangnya padahal mereka belum pernah bertemu. 

Ibu adalah manusia biasa. Ada kesalahan-kesalahan kecil yang pernah beliau lakukan. Tugas saya adalah memperbaikinya. Mewarisi hal-hal baik dan memperbaiki kesalahan di masa lalunya. Seperti juga saya dan anak-anak. Saya ingin suatu ketika nanti mereka mengenang saya. Mewarisi hal-hal baik yang saya lakukan dan memperbaiki kesalahan saya. 

#tantanganODOP5
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6
#nonfiksi

2 komentar:

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...