Kamis, 25 Oktober 2018

Perempuan oh Perempuan

Mendidik seorang pria sama dengan mendidik anak manusia. Tapi mendidik seorang wanita sama dengan mendidik sebuah keluarga.(Cak Lontong)

Bismillahirrohmanirrohim,
Saya baper, iya. Menyedihkan sekali. Hanya karena membaca sebuah tulisan yang belum tentu fakta saja, dada  sudah terasa sesak. Pikiran melambung ke mana-mana. Dari pada tumpah di tempat yang tidak diharapkan, tumpahlah ia di sini.

Tentang dilema perempuan bekerja. Di satu sisi, dia harus menjalankan peran utamanya sebagai istri dan ibu di sisi yang lain, ia harus berperan sebagai perempuan karir.


Awalnya mungkin itu adalah yang sepele. Semua di atasi. Rusan anak bisa diatasi bersama dengan suami. Urusan dapur dapat disiasati. Urusan beberes rumah bisa dibagi dengan pasangan.  Singkat kata, semua hal bisa di selesaikan, di atas kertas.

Faktanya, semudah itukah? Oh tidak. Seringkali terjadi benturan antara kedua peran itu. Seringkali harus ada yang surut ke belakang. Dan seringkali harus peran utama yang dikalahkan.

Kalau boleh memilih, pengennya mendapat pasangan yang baik dan mapan. Baik artinya memahami kita sebagai pribadi yang butuh mengembangkan diri. Mapan artinya dapat memenuhi kewajibannya menafkahi keluarga hingga bisa menjalani kehidupanyang layak.

Sayangnya, tidak semua mimpi terwujud. Tidak semua perempuan mendapat pasangan sesuai harapan. Tidak sedikit to, kita temui perempuan-perempuan tangguh menjadi tulangpunggung keluarga. Ada yang karena suaminya sakit sehingga tidak mampu menjalankan tugasnya. Ada yang karena penghasilan suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan ada juga yang karena suaminya, lak-laki pemalas. 

Apakah perempuan-perempuan ini harus protes? Tidak! Karena protes tidak akan menyelesaikan masalah.  Masih banyak hal lain yang harus dipikirkan. Yang lebih penting, yaitu anak-anak. 

Ada perempuan yang merasa terjebak dan menjalaninya dengan perasaan setengah hati. Tetapi tidak sedikit juga yang menikmati perannya dengan ikhlas. Ada yang ikhlas karena tidak punya pilihan alias pasrah. Tetapi ada juga yang ikhlas karena cara berpikirnya mainstreem. Saya pernah bertemu dengan perempuan seperti ini. Katanya, setiap orang mempunyai jatah rizki yang sudah ditentukan berapa jumlahnya dan dari mana asalnya. Mungkin rizki suami saya ditakdirkan "lewat" saya. Kalau saya tidak bersuamikan dia, boleh jadi rizki saya tidak segini jumlahnya. 

#komunitasonedayonepost
#ODOP_6








10 komentar:

Paling sering dilihat

Mental block

Selasa pagi, Maret 2024 Tulisan ini saya tulis sambil menunggu waktu. Eh waktu kok ditunggu. Salah ya. Seharusnya waktu dimanfaatkan sebaik-...