Saya berhadapan dengan lima cowok berusia belasan tahun. Mereka adalah murid-murid saya. Saat ini, mereka sedang mengikuti sesi penilaian untuk tugas proyek yang saya berikan beberapa waktu lalu. Tugasnya sebenarnya cukup sederhana: setiap kelompok diminta membuat dua video tentang komunikasi, yaitu komunikasi efektif dan komunikasi tidak efektif.
Itulah sebabnya saat ini kami berkumpul dalam satu forum. Saya sebagai penguji, dan mereka sebagai yang diuji.
Suasana penilaian terasa sangat berbeda dibandingkan suasana pembelajaran. Murid-murid yang biasanya celometan, kini jadi lebih tenang. Apalagi saat mereka mendapat pertanyaan yang dirasa sulit dan tak bisa mereka jawab—sikap urakan yang biasanya mereka tampilkan pun langsung lenyap.
Selama satu tahun terakhir, saya mulai menyadari bahwa penilaian dengan teknik wawancara seperti ini sangat diperlukan. Sebelumnya, saya melakukan penilaian seperti umumnya: menyusun soal, meminta mereka mengerjakan, lalu mengoreksi. Cara itu memang simpel. Saya bisa mendapatkan nilai dengan cepat. Tapi, saya tidak tahu seperti apa performa mereka secara langsung, dan sering kali nilai yang mereka peroleh tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya.
Dengan metode penilaian saat ini, saya bisa menyaksikan penampilan mereka secara utuh: kemampuan menyampaikan gagasan, keberanian, kreativitas, dan kemampuan bernalar kritis.
Selain pertanyaan yang telah saya siapkan, saat menghadapi siswa dengan motivasi belajar yang rendah, saya sering tergelitik untuk menanyakan tujuan mereka setelah lulus sekolah. Sebagian menjawab ingin langsung bekerja, sebagian kecil menyatakan ingin kuliah. Namun, ketika saya tanya pekerjaan seperti apa yang mereka inginkan, jawaban mereka mulai "ngaco"—asal jawab. Mereka tampak bingung dan tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu.
Hal ini berbeda dengan siswa yang antusias dalam kegiatan pembelajaran. Mereka cenderung sudah memiliki jawaban yang menggambarkan arah hidup mereka. Misalnya, ingin bekerja di KAI, di perusahaan tambang, atau melanjutkan kuliah dengan jurusan tertentu.
Dari sini saya menyadari bahwa sebagian besar siswa belum memiliki tujuan yang jelas. Mereka tidak bisa menggambarkan ke mana mereka ingin melangkah dalam lima tahun ke depan. Saya rasa, hal ini berimbas terhadap motivasi belajar mereka.
Sebagai guru saya yakin bahwa tugas saya bukan hanya sekedar menyampaikan materi, membuat rencana pelajaran dan melakukan penilaian tetapi juga membantu mengenali diri dan arah hidup mereka. Dan penilaian bukan hanya sekedar angka yang tidak bisa berbicara. Penilaian menjadi cermin untuk melihat lebih dalam kesiapan mereka dalam menghadapi hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar